“Ya kalau dengan senjata, orang Papua berapa banyak sih kalau melawan. Kami taruhlah dua juta orang, melawan 250 juta, ya nggak mampu. Dan jalan kekerasan tidak ada yang simpati. Tapi kalau jalan damai, jalan dialog, banyak orang terbuka. Oh ia bener, ini hak mereka.”
Perbincangan semakin mendalam. Tiba-tiba cair lagi setelah muncul pertanyaan, “apa makna lambang Bintang Kejora, pace.”
Filep menjelaskan filosofi lambang Bintang Kejora dengan tegas.
“Bintang Tuhan, merah berani, putih ya kesucian hati. Putih biru kecucian dan kesejahteraan. Kenapa berselang-seling karena kami di sana terdiri dari banyak suku, 252 suku. Saya pribadi menambahkan dua suku baru.”
“Tambah dua suku bagaimana maksudnya?”
Filep menjelaskan dengan penuh energi. Matanya seperti menyala-nyala saking semangat bicara tentang Papua.
“Itu suku anak-anak keturunan, campuran. Dan WNA yang ingin jadi orang Papua. Artinya, nggak bisa kami hanya pertahankan hanya Papua saja. Lah temen-temen yang lahir di sana, nggak mau pulang, masa mau kita bunuh.”
Saya penasaran sebenarnya posisi mantan tahanan politik pemerintah Indonesia ini digerakkan kemerdekaan Papua sebagai apa.
“Saya cuma pejuang. Jadi yang disebut OPM itu kami juga bingung, ini stigmaisasi dari aparat keamanan. Terus ditanya, siap ketuanya. Saa juga nggak tahu. Tapi karena sudah distigma kalau ditanya kamu OPM, ya saya OPM, ya anggota, tapi saya nggak tahu ketua siapa, organisasinya bagaimana. Cuma karena stigma,” kata Filep. Tawanya berderai.
Beda dengan Gerakan Aceh Merdeka. GAM punya pemimpin. Hasan Tiro pada waktu itu.