Suara.com - Komisi Sekuritas dan Bursa Efek Filipina (SEC) mencabut sertifikat korporasi laman berita Rappler, yang dikenal kritis terhadap rezim Presiden Rodrigo Duterte, Senin (15/1/2018).
Pencabutan itu, seperti dilansir Rappler.com, dilakukan atas alasan laman berita Rappler melanggar pembatasan kepemilikan asing terhadap media massa yang diatur dalam konstitusi negara tersebut.
"Rappler menjual kontrol atas media massa mereka kepada orang asing," demikian petikan resolusi SEC tertanggal 11 Januari 2018.
Baca Juga: Selasar BEI Ambrol, Polisi: Aneh, Tapi Nyata
Dalam surat pencabutan sertifikat tersebut, juga disebutkan SEC akan memberikan salinannya ke Departemen Kehakiman sebagai dasar penutupan kantor berita Rappler.
SEC menilai Rappler melanggar pembatasan konstitusional atas kepemilikan dan kontrol media massa, karena dana mereka berasal dari Omidyar Network. Jaringan pendanaan tersebut didirikan oleh Pierre Omudyar, pengusaha pemilik eBay.
"Dalam sesi En Banc (sesi dengar pendapat sebelum sidang putusan; berasal dari bahasa Prancis) ditemukan bahwa Rappler Inc dan Rappler Holdings Corporation, dan badan media mereka melanggar pembatasan ekuitas secara konstitusional," demikian lanjutan resolusi SEC itu yang dikutip Rappler.
Lawan Pembredelan
Rappler sendiri menilai pencabutan sertifikat perusahaannya merupakan bentuk pembredelan dan pembungkaman media massa.
Baca Juga: Pengacara Setnov Minta KPK Selalu Sebut Nama Saksi Sebelum Sidang
"Pencabutan perizinan Rappler adalah 'pembunuhan' yang dilakukan SEC. Ini sangat memalukan, karena pencabutan tersebut merupakan kali pertama dalam sejarah, baik untuk SEC sendiri maupun media massa Filipina," tegas redaksi Rappler.
"Apa artinya ini bagi Anda dan bagi kami? Jelas, ini adalah pemerintah membungkam kebebasan pers. Pemerintah memaksa kami untuk berhenti menceritakan apa yang terjadi kepada Anda. Ini berarti pemerintah memaksa kami berhenti menyebarkan kebenaran kepada khalayak. Memaksa kami melepaskan cita-cita kebebasan berpendapat yang sudah dirintis Rappler sejak 2012," tegas redaksi Rappler.
Sebagai bentuk perlawanan, redaksi Rappler memutuskan untuk tetap melakukan kerja-kerja jurnalistik.
"Rappler, bagaimana pun bakal tetap beroperasi selagi mengajukan banding ke pengadilan. Rappler akan tetap mempertahankan dan menjunjung kebebasan pers yang dijamin oleh Konstitusi," tegas mereka.
Sementara Rappler versi Indonesia juga menyiarkan pernyataaan, bahwa biro mereka akan tetap melaksanakan tugas-tugas jurnalistik.
"Kami berharap seluruh jurnalis di Filipina maupun internasional berdiri di barisan kami untuk mempertahankan kebebasan pers," tegas redaksi Rappler.
Menolak Pembungkaman
Serikat Nasional Jurnalis Filipina (NUJP) dan Asosiasi Koresponden Asing Filipina (FOCAP) mengecam keputusan SEC yang mencabut sertifikat perusahaan Rappler, sehingga laman berita itu dipaksa tutup.
"NUJP menyatakan dukungan penuh kepada Rappler dan semua media independen lainnya. Pemerintah Filipina telah mengancam kebebasan pers. Kami menyerukan seluruh jurnalis Filipina untuk bersatu dan menolak setiap usaha pembungkaman," demikian pernyataan resmi NUJP.
NUJP menilai, keputusan SEC itu hanya salah satu dari sekian banyak ancaman yang ditebar Presiden Duterte terhadap media-media massa kritis.
"Itu hanyalah salah satu dari banyak ancaman yang telah dilakukan Duterte terhadap media yang mengkritik dia dan pemerintahannya. Sebelum Rappler, Duterte juga mengancam tak memberikan izin baru terhadap Philippine Daily Inquirer dan jaringan siaran ABS-CBN," tambahnya.
Sementara FOCAP mengungkapkan "keprihatinan mendalam" atas keputusan tersebut. Menurut mereka, keputusan itu sama artinya dengan "membunuh situs berita online" dan sebuah "serangan terhadap demokrasi."
"Ini mengirimkan efek mengerikan kepada organisasi media di negara ini. Jurnalis harus bisa bekerja mandiri di lingkungan yang bebas dari intimidasi dan pelecehan," kata kelompok tersebut.
"Serangan terhadap wartawan adalah serangan terhadap demokrasi," FOCAP menambahkan.
Untuk memberikan solidaritas terhadap Rappler, sila kunjungi laman ini