Isu Mahar Calon Kepala Daerah, Ini Analisa Fahri Hamzah

Senin, 15 Januari 2018 | 14:21 WIB
Isu Mahar Calon Kepala Daerah, Ini Analisa Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Selasa (9/1/2018). [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengakui hingga saat ini biaya politik masih menjadi masalah yang pelik bagi perpolitikan di Indonesia. Hal itu lantaran belum ada peraturan yang jelas mengenai biaya politik bagi peserta Pemilu.

"Kalau lubang begini terus menerus menganga, nanti kita akan menjadi hipokrit. Menjadi ambigu," kata Fahri di DPR, Jakarta, Senin (15/1/2018).

"Satu sisi memang benar tidak ada pembiayaan politik. Tapi saya nanya, siapa yang akan menanggung biaya kampanye? Negara kan tidak mau menanggung. Kalau itu ditanggung sama partai, duit partai dari mana sumbernya?" tambah Fahri.

Konsekuensinya, lanjut Fahri, Partai akan membebankan biaya paling banyak kepada kandidat, sekalipun kandidat tersebut adalah kader dari partai bersangkutan.

Agar mendapatkan restu dari partai, kandidat mesti merogoh sakunya sendiri. Sebab tidak mungkin partai membiayai kebutuhan kampanye dan kebutuhan lainnya karena partai tidak memiliki dana yang cukup.

"Jadi pidato Pak Prabowo Subianto itu benar. Akhirnya orang bukannya tanya isi kepalamu apa? Tetapi isi dompetmu berapa? Itu tragedi cara kita mengatur pembiayaan politik," ujar Fahri.

Fahri ngakui pernah menginterupsi soal kebijakan pemerintah berani membiayai kebutuhan para peserta Pemilu. Meskipun dengan cara itu biaya politik dapat diminimalisir, tapi pembiayaan politik harus diatur.

Dengan adanya peraturan yang jelas mengenai biaya politik, maka yang akan maju sebagai peserta Pemilu bukan saja dari kalangan pengusaha yang kaya raya. Tapi siapa saja bisa dan mampu mencalonkan diri dalam kontestasi Pemilu.

"Sekarang kan hampir semua Cagub, Cabup itu karena banyak duit kan? Sedikit sekali yang mau maju karena modal isi otak dan isi hati. Maju itu karena modal uang dan itu uang pribadi," tutur Fahri.

Lebih parahnya lagi apabila seorang kandidat maju menggunakan dana dari donatour.

"Bagaimana kalau seorang kandidat itu dibiayai oleh seorang cukong di belakangnya. Akhirnya kan selama mempimpin 5 tahun dia berhutang pribadi sama cukong itu," ujar Fahri.

Fahri mengatakan mustahil Partai Politik tidak meminta mahar politik kepada kandidat yang akan diusung.

"Kalau ada partai mengatakan kami nggak memerlukan mahar, itu tentu mustahil sebetulnya. Kecuali partai punya orang kaya yang dia mampu membiayai. Tapi kan jelek juga. Kan itu biaya pribadi dari pimpinan partai untuk membiayai kandidat. Akhirnya memang hutang budi kepada partai," kata Fahri.

Namun demikian, jika biaya politik ditanggung orang-orang tertentu di partai, maka partainya juga turut tersandera. Akan terjadi privatisasi partai oleh orang-orang kaya yang ada di internal partai tersebut.

"Tetapi partai kan juga jadi privat. Menjadi institusi privat. Padahal partai harusnya diseret ke ruang publik. Menjadi institusi publik. Ini yang berbahaya," kata Fahri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI