10 Warga Rohingya di Kuburan Massal Diklaim Bukan Teroris

Ririn Indriani Suara.Com
Minggu, 14 Januari 2018 | 01:30 WIB
10 Warga Rohingya di Kuburan Massal Diklaim Bukan Teroris
Sekelompok warga Rohingya yang melarikan dari dari aksi kekejaman militer Myanmar, memasuki wilayah Teknaf, Bangladesh [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para pejuang Muslim Rohingya mengatakan 10 orang Rohingya yang ditemukan di sebuah kuburan massal di negara bagian Rakhine yang sedang bergejolak di Myanmar bulan lalu adalah warga sipil tak berdosa dan bukan teroris alias anggota kelompok mereka.

Militer Myanmar mengatakan awal pekan ini, pada para prajuritnya telah membunuh 10 teroris Muslim yang ditangkap selama serangan-serangan pemberontak pada awal September, setelah warga desa pemeluk Buddha memaksa para lelaki yang ditangkap tersebut masuk ke sebuah kuburan yang digali penduduk desa.

Pengakuan atas tindakan salah oleh militer Myanmar dalam operasi-operasinya di bagian barat Rakhine itu jarang terjadi.

Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (ARSA), yang aksi-aksinya menyerang pos-pos keamanan mulai Agustus lalu memicu operasi-operasi militer di bagian utara Rakhine yang mayoritas berpenduduk Muslim Rohingya, menyatakan pihaknya "menyambut baik setulus hati pengakuan" atas "kejahatan-kejahatan perang" oleh "tentara teroris Burma".

"Kami dengan ini menyatakan bahwa 10 orang sipil Rohingya yang tak bersalah ditemukan di makam massal di Desa Inn Din bukan anggota ARSA atau terkait ARSA", kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan di Twitter.

Seorang juru bicara pemerintah Myanmar mengatakan menanggapi pernyataan ARSA bahwa kadangkala "teroris dan warga desa bersekutu dalam serangan-serangan" terhadap pasukan keamanan.

"Kami sudah mengatakan sangat sulit memisahkan siapa teroris dan siapa warga desa yang tak bersalah," kata Zaw Htay, jubir tersebut dilansir Reuters.

Menurut dia, akan ada proses penyelidikan apakah mereka anggota ARSA atau bukan. Militer Myanmar tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI