Putusan MA juga telah menegasikan berbagai permasalahan sosial yang ditimbulkan oleh kredit sepeda motor. Promosi kredit sepeda motor begitu jor-joran.
"Iming-iming uang muka dan cicilan murah, menyerimpung konsumen yang rata-rata masyarakat menengah bawah. Fenomena kredit sepeda motor dibanyak tempat telah menimbulkan konflik horisontal antara konsumen, dan dengan debt collector. Tragisnya lagi, menurut data BPS, leasing sepeda motor telah memicu tingkat kemiskinan di rumah tangga miskin," urainya.
Dengan demikian, substansi putusan MA terhadap Pergub No. 195/2014 banyak mengantongi cacat bawaan, baik dari sisi hukum, sosial, ekonomi dan tentu saja dari sisi managemen transportasi publik. Sangat disesalkan hakim selevel MA menjatuhkan putusan dengan pertimbangan hukum yang sangat mentah. Tanpa dasar argumentasi yang memadai.
Hikmah dari putusan MA ini, pemerintah harus lebih serius dalam merevitalisasi angkutan umum, dan juga mewujudkan angkutan umum masal. Dan mencari solusi kebijakan lain untuk mengendalikan keberadaan sepeda motor. "Tanpa hal itu maka wajah transportasi di Indonesia akan makin carut-marut, semrawut, tingkat safety yang sangat rendah," tutupnya.
Baca Juga: YLKI Sebut Ada 1.821 Pengaduan Korban dari Hannien Tour