Suara.com - KPK telah melakukan sejumlah kajian terkait tentang pendanaan partai politik dalam pencalonan pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, maupun pemilihan presiden 2019.
"Untuk itu pertama dari pendanaan partai politiknya harus bisa dipertanggungjawabkan sekaligus pendanaan kontestasi politik itu sendiri," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah dalam diskusi 'Ancaman Korupsi Di Balik Pemilu Serentak' di Kantor Indonesia Coruption Watch di Jalan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2018).
Febri menambahkan mengenai penegakan kode etik setiap partai politik perlu pula dipertanggungjawabkan kepada setiap kader partai.
"Itu proses kaderisasi orang yang tiba dicalonkan parpol padahal belum tentu kader yang aktif selama ini. Sudah merekomendasikan pendanaan partai politik harus dirasionalisasi," ujar Febri.
Baca Juga: KPK Punya Bukti Fredrich Yunadi dan Dokter Bimanesh Berkomplot
"Pendanaan parpol harus kuat dan ditingkatkan. Salah satu syarat adalah pembenahan, proses rekruitmen dan kaderisasi ini. Orang politik yang duduk di DPR, orang di DPR yang membahas anggaran untuk berjalannya negara, apalagi menterinya ada orang partai politik," kata Febri.
Febri mengatakan pada tahun politik ini, KPK akan tetap melakukan proses penegakan hukum. Bila ada calon kepala daerah yang terlibat kasus korupsi.
"KPK harus bisa memisahkan antara koridor hukum dalam upaya pemberantasan korupsi, dengan proses politik itu sendiri. Karena itu ketika ada pertanyaan, apakah calon kepala daerah yang perlu dipanggil proses penyidkan KPK atau calon kepala darah menerima suap atau melakukan korupsi. Kami akan hold dulu prosesnya atau tetap akan kami proses tetap di koridor hukum," ujar Febri.
Menurut Febri penegakan hukum KPK terhadap para calon kepala daerah yang memiliki kasus hukum, sebagai bentuk pembelajaran untuk masyarakat luas.
"Ini proses belajar paling penting yang perlu kami lakukan dalam konteks penegakan hukum dan bernegara secara lebih luas. Karena kalau kami bicara, kami tarik ke konstitusi, kami paham betul ada paham supremasi hukum jadi yang supreme itu hukum. Kalau ada orang salah, kesaksian dibutuhkan meskipun dia calon kepala daerah. Tapi dia tetap bisa dipanggil dalam proses hukum tersebut bukan sebagai calon kepala daerah tapi sebagai saksi atau orang yang mengetahui, mendengar dan dibutuhkan keterangannya dalam pemeriksaan," kata Febri.
Baca Juga: 26 Saksi Fredrich Yunadi Diperiksa KPK
Febri menegaskan proses pengakan hukum yang dilakukan KPK sebagai bentuk pengawasan proses politik sampai calon kepala daerah terpilih.