Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding atas vonis mantan Direktur Utama PT. Duta Graha Indah (kini menjadi nama Nusa Konstruksi Enjiniring) Dudung Purwadi. Soalnya, vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa.
"Ya banding. Karena vonis pidana penjara ataupun uang pengganti masih lebih rendah dari tuntutan JPU," kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (8/1/2018).
Terdakwa kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana serta pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan divonis empat tahun delapan bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jaksa menuntut dia tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga menuntut uang pengganti dalam dua kasus yang menjerat Dudung. Uang pengganti yang harus dibayarkan DGI sesuai dengan keuntungan yang didapat perusahaan tersebut.
Pada kasus korupsi pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, negara dirugikan sebesar Rp25,953 miliar dan DGI diuntungkan Rp24,6 miliar.Sementara dalam kasus Wisma Atlet, negara dirugikan sekitar Rp54,7 miliar dan DGI diuntungkan mencapai Rp42,7 miliar.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman kepada DGI dengan membayar uang pengganti sebesar Rp14,4 miliar untuk kasus pembangunan RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana tahun 2009 dan 2010. Kemudian, denda sebesar Rp33,4 miliar untuk kasus pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011.
DGI telah menyerahkan uang dari keuntungan proyek pembangunan RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana, sebesar Rp15,124 miliar dan dari keuntungan pembangunan Wisma Atlet sebesar Rp24 miliar kepada KPK.
DGI merupakan tersangka korporasi dalam kasus korupsi RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana tahun 2009 dan 2010. KPK menjerat DGI sebagai tersangka sejak pertengahan 2017 lalu. Kini, lembaga antirasuah itu tengah melengkapi berkas penyidikan DGI.
"Ya banding. Karena vonis pidana penjara ataupun uang pengganti masih lebih rendah dari tuntutan JPU," kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (8/1/2018).
Terdakwa kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana serta pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan divonis empat tahun delapan bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jaksa menuntut dia tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga menuntut uang pengganti dalam dua kasus yang menjerat Dudung. Uang pengganti yang harus dibayarkan DGI sesuai dengan keuntungan yang didapat perusahaan tersebut.
Pada kasus korupsi pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, negara dirugikan sebesar Rp25,953 miliar dan DGI diuntungkan Rp24,6 miliar.Sementara dalam kasus Wisma Atlet, negara dirugikan sekitar Rp54,7 miliar dan DGI diuntungkan mencapai Rp42,7 miliar.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman kepada DGI dengan membayar uang pengganti sebesar Rp14,4 miliar untuk kasus pembangunan RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana tahun 2009 dan 2010. Kemudian, denda sebesar Rp33,4 miliar untuk kasus pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011.
DGI telah menyerahkan uang dari keuntungan proyek pembangunan RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana, sebesar Rp15,124 miliar dan dari keuntungan pembangunan Wisma Atlet sebesar Rp24 miliar kepada KPK.
DGI merupakan tersangka korporasi dalam kasus korupsi RS Pendidikan Khusus Universitas Udayana tahun 2009 dan 2010. KPK menjerat DGI sebagai tersangka sejak pertengahan 2017 lalu. Kini, lembaga antirasuah itu tengah melengkapi berkas penyidikan DGI.