Suara.com - Polisi masih mendalami adanya dugaan penyimpangan seksual AM (20) yang menjadi tersangka kasus pembunuhan seorang arsitek bernama Feri Firman Hadi (50). Dugaan penyimpangan seksual yang ditelusuri saat tersangka memijat badan korban.
"Apakah ada tempat tempat (bagian tubuh) sensitif yang dipijit, keterangan yang bersangkutan (AM) masih kami dalami, apakah ada motif lain," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Yuwono di Polda Metro Jaya, Senin (8/1/2018).
Dari hasil pemeriksaan, kata Argo, AM telah memijat korban sebanyak 15 kali selama dua bulan terakhir.
"Kemarin saya tanya, (AM) memijit sudah 15 kali selama dua bulan itu," kata dia.
Sejauh ini, kata Argo, polisi bisa mengorek semua keterangan AM terkait pembunuhan terhadap Feri yang berstatus duda tersebut.
"Kemarin tersangka sempat kami wawancara, yang bersangkutan belum membuka semua," kata dia.
Selama pemeriksaaan, polisi masih tak percaya pembunuhan tersebut dilatarbelakangi karena AM tak diberikan uang pinjaman oleh korban.
"Tentunya itu tak hanya seperti itu, kami gali apakah ada penyebab lain atau tidak," kata dia
Kasubdit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Stevanus Tamuntuan menambahkan, polisi masih menunggu hasil pemeriksaan kejiwaan AM guna mengetahui apakah ada unsur penyimpangan seksual atau tidak.
"Kejiwaannya sudah kami periksa, tinggal tunggu hasilnya," kata Stevanus saat dikonfirmasi.
Jasad Feri ditemukan sudah membusuk di kediamannya di Perumahan Poin Mas, blok A2, nomor 5 RT 1, RW 11, Rangkapan Jaya, Pancoran Mas, Depok pada Rabu (3/1/2018). Ciri-ciri yang membuat polisi menyimpulkan Feri menjadi korban pembunuhan, antara lain luka pada leher, gunting, dan bercak darah di sofa.
Setelah mendapatkan petunjuk dari hasil olah TKP, polisi kemudian menangkap AM di Kampung Bojong Desa Sukamulih, Sukajaya, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/1/2018).
Atas perbuatanya itu, AM dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan terancam pidana maksimal 15 tahun penjara.