Hina Kerajaan Thailand, Perempuan Buta Dibui Satu Setengah Tahun

Syaiful Rachman
Hina Kerajaan Thailand, Perempuan Buta Dibui Satu Setengah Tahun
Sebuah upacara penghormatan berlangsung di kompleks kerajaan Thailand [AFP]

Semua berawal dari Facebook.

Suara.com - Pengadilan Thailand pada Kamis (4/1/2018)  memenjarakan seorang perempuan buta selama satu setengah tahun karena melanggar hukum penghinaan kerajaan negara itu, kata pengacaranya dan pejabat pengadilan.

Hukum penghinaan kerajaan Thailand adalah yang terberat di dunia. Pelanggar diancam hukuman penjara hingga 15 tahun untuk setiap perkara menyinggung raja, ratu, ahli waris atau bupati.

Nurhayati Masoh, 23, dinyatakan bersalah setelah di Facebook-nya menayangkan tulisan Giles Ungpakorn, ilmuwan Inggris-Thailand dan penentang lantang kerajaan Thailand, yang lari dari Thailand setelah didakwa melanggar hukum itu pada 2009.

"Dia mengaku menayangkannya," kata Kaosar Aleemama, pengacara Nurhayati, kepada Reuters,
"Tapi, dia tidak menyadari akan menyebabkan hukuman sangat berat."

Nurhayati, yang menggunakan aplikasi komputer untuk membantu orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan untuk menulis di medan gaul, ditangkap pada November dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan provinsi selatan, Yala.

"Perkara terhadapnya diajukan pada 28 November 2017 dan ia ditahan sejak itu," kata pejabat pengadilan Yala, yang menolak disebutkan namanya, kepada Reuters.

Pengakuan Nurhayati menyebabkan hukumannya dikurangi separuhnya, tambahnya.

Tentara Thailand, yang mengambil alih pemerintahan melalui kudeta pada Mei 2014, meningkatkan sensor dalam jaringan, khususnya menyangkut dugaan penghinaan terhadap kerajaan.

Sejak kudeta itu, sedikit-dikitnya 94 orang diadili atas dasar hukum penghinaan kerajaan. Sejumlah 43 orang dijatuhi hukuman, kata kelompok iLaw, yang memantau perkara penghinaan kerajaan, dengan 92 persen dari mereka mengaku bersalah dengan harapan menerima hukuman penjara lebih ringan.

"Mungkin ada lebih banyak perkara, yang tidak kita ketahui," kata Yingcheep Atchanont, manajer proyek iLaw, kepada Reuters.

Undang-undang itu, yang melindungi anggota keluarga kerajaan dari penghinaan, membatasi apa yang boleh diberitakan dari Thailand oleh semua lembaga pemberitaan, termasuk Reuters.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan keprihatinan atas yang disebutnya keadaan hak asasi yang memburuk di Thailand, termasuk hukuman keras bagi pelanggar hukum penghinaan kerajaan, yang dikenal dengan Pasal 112.

Penguasa mengatakan perlu menindak penentang kerajaan demi keamanan negara. (Antara)