Setya Novanto Menerima Pembelaannya Ditolak Hakim

Kamis, 04 Januari 2018 | 12:58 WIB
Setya Novanto Menerima Pembelaannya Ditolak Hakim
Sidang korupsi e-KTP Setya Novanto. (suara.com/Nikolaus Tolen)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis Hakim yang menyidangkan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP menolak eksepsi (nota keberatan) terdakwa Setya Novanto dan tim kuasa hukumnya pada putusan sela di gedung Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/1/2018).

Menanggapi hasil putusan tersebut, Ketua tim kuasa hukum Novanto, Maqdir Ismail mengaku menerimanya.

"Karena majelis hakim sudah memutuskan dan putusan majelis hakim ini harus kita anggap benar dan harus kita terima itu, kecuali nanti ada putusan lain yang menyatakan bahwa putusan terhadap putusan sela ini tidak tepat atau tidak benar," kata Maqdir usai sidang.

Maqdir mengatakan putusan Majelis Hakim menilai apa yang disampaikannya dalam eksespsi sudah termasuk dalan pokok perkara. Namun, yang terpenting bagi Maqdir adalah bahwa putusan sela telah dibacakan oleh Majelis Hakim.

Baca Juga: Tolak Keberatan Setnov, Hakim Nilai Surat Dakwaan KPK Sah

"Yang pokok bahwa majelis hakim sudah membuat putusan, putusan itu menyatakan bahwa eksepsi kami tidak diterima karena menurut majelis hakim, surat dakwaan itu memenuhi syarat materil dan formil," katanya.

Karena itu, Maqdir mengatakan tim kuasa hukum Novanto hanya siap menghadapi persidangan pokok perkara dalam sidang lanjutan.

"Saya kira kami memang sudah mencoba menyiapkan diri supaya pemeriksaan terhadap perkara ini bisa dilakukan secara cermat, tentu berhubungan juga nanti terhadap apa yang disebut sebagai kerugian keuangan negara yang melibatkan sejumlah orang yg disebut dalam perkara-perkara sebelummya," kata Maqdir.

Untuk itu, dalam membuktikan kebenaran fakta hukum yang disampaikannya dalam eksepsi, Maqdir akan meminta keterangan kepada orang atau lembaga yang menghitung kerugian keuangan negara hingga Rp2,3 triliun akibat perbuatan kliennya dan juga terdakwa lainnya.

"Sebab jangan lupa bahwa krugian keuangan negara itu atas satu surat atau penghitungan yang dilakukan oleh BPKP, akan tetapi BPKP pula yang menyetujui jumlah angka pengadaan dari e-KTP ini, ini kita mesti tanya kepada BPKP kenapa kok ada perbedaan, kesalahannya itu ada dimana, apakah memang betul seluruh komponen untuk satu e-KTP, satu surat KTP pembiayaanya dihitung oleh yang menghitung kerugian keuangan negara ini atau tidak, ini yang kita tidak pernah dengar," katanya.

Baca Juga: Jelang Putusan Sela, Pengacara Setnov: Kami Duduk Manis Saja

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI