Suara.com - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi (nota keberatan) terdakwa kasus dugaan korupsi dana proyek KTP elektronik Setya Novanto, dalam persidangan, Kamis (4/1/2018).
Penolakan eksepsi Setnov itu diputuskan Ketua Majelis Hakim Yanto sebagai putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Memperhatikan akan ketentuan undang-undang khususnya Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP Pasal 156 UU RI Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, serta ketentuan hukum lainnya yang bersangkutan perkara ini, mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Setya Novanto tidak dapat diterima," kata hakim Yanto.
Baca Juga: Ayahanda Puspo Arum Berharap Pembunuh Anaknya Segera Tertangkap
Majelis Hakim menilai surat dakwaan penuntut umum KPK nomor dak 88/24/12/2017 tanggal 6 desember 2017, telah memenuhi ketentuan untuk membuat surat dakwaan seperti yang tertuang dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP.
Oleh karena itu, majelis hakim menilai seluruh dakwaan KPK tersebut sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara tersebut.
"Menimbang bahwa karena keberatan tim penasihat hukum terdakwa telah dinyatakan tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan," jelasnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim memerintahkan JPU KPK melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa Novanto.
Karenanya, pada persidangan selanjutnya, JPU KPK akan memanggil saksi untuk dihadirkan ke persidangan.
Baca Juga: Wisatawan Makan Bakso di Kulonprogro Kaget Dipatok Harga Selangit
"Memerintahkan penunut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas anam terdakwa setya novanto menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," kata Hakim Yanto.
Novanto didakwa menerima uang senilai USD7,3 juta dari proyek e-KTP oleh jaksa pada KPK. Selain itu, Novanto juga didakwa menerima hadiah berupa jam Rolex seharga miliaran rupiah terkait proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut dari Pengusaha Johanes Marliem.
Akibat perbuatan penyalahgunaan wewenang oleh Novanto, negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 triliun.
Atas dakwaan tersebut, Novanto melalui kuasa hukumnya menyampaikan keberatannya. Novanto mengaku tidak menerima uang dari proyek e-KTP. Dia juga membantah menerima jam tangan Rolex dari Johanes Marliem.