Jelang pemilihan presiden 2019, politik hoaks dan hate speech kian merajalela. Contoh penyebaran berita pidato Presiden Joko Widodo di Senayan, baru-baru ini.
Menurut analisis politik Indonesian Public Institute Jerry Massie hal ini bagian konspirasi dan propaganda politik dengan intrik hate speech.
"Mereka sengaja menggiring public opinion (opini publik) dengan brain wash mencuci otak kelompok marjinal, terutama pemilih tradisional, pemilih skeptis dan apatis," kata Jerry kepada Suara.com, Rabu (3/1/2017).
Peneliti politik dari Amerika Serikat itu menambahkan selain simbol agama, isu SARA akan dimainkan. Semua dilakukan hanya untuk menurunkan elektabilitas Presiden Jokowi.
Dalam dunia politik hal ini disebut algoritma serangan lewat media sosial. Hal ini terjadi juga pada president election di AS pada 2016 lalu, saat Wikileaks membongkar 33 ribu email capres Hillary Clinton dan pembunuhan di kedutaan AS di Libya.
"Saracen jilid II bakal muncul, setelah kemarin mereka memainkan perannya di pilkada DKI Jakarta. Ini adalah character assisanation (pembunuhan katakter) bagi lawan politik mereka. Ini berbahaya sekali."
"Saya bisa menyebut Presiden Jokowi dengan julukan, Bapak Infrastruktur, kalau dulu Presiden ke-2 Soeharto dijuluki Bapak Pembangunan. Kan bukti nyata pembangunan kita sudah saksikan bersama, baru saja presiden meresmikan Bandara Soekarno Hatta yang cukup megah."
Jerry menyebut ada aktor intelektual di belakang yang bermain. Tugas mereka tak lain membuat gaduh dan gamang. Paling tidak isu-isu hoaks, ujaran kebencian, SARA bakal dimainkan di pilkada Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selasan, dan daerah lainnya. Menurut Jerry ini merupakan the political bridge (jembatan politik) ke arah pilpres.
Jerry menyarankan agar lembaga-lembaga pemilu dan sebagainya harus aktif turun ke bawah mensosialisasikan terhadap masyarakat.
Menurut Jerry kendati Presiden kerap diserang, namanya akan tetap populer, bahkan meroket di hadapan rakyat Indonesia. Pasalnya, kata Jerry, Jokowi dikenal sebagai sosok bersahaja, low profile, humble, ramah, dan murah senyum menjadi daya pikat serta strong leadership begitu kuat, mulai dari keputusan yang diambil kerap berpihak pada rakyat, khususnya kelompok marjinal.
"Sosok Jokowi memiliki brand image and market brand, bukan hanya itu saja, kepemimpinannya terus menjadi buah bibir masyarakat," kata Jerry.
Menurut Jerry magnet Jokowi dengan "simple life" mampu menarik simpati para voters. Soalnya ini pernah dilakukannya pada pilpres lalu, dari 497 kabupaten dan kota di 33 provinsi, Jokowi berhasil meraih dukungan sebanyak 53,15 persen atau 70.633.576 suara.
Kendati kerap dicibir, difitnah, dan dihina, kata peneliti politik di Amerika Serikat, tak membuat Jokowi bergeming.
"Survey Poltracking November lalu, Jokowi unggul 53 persen sedangkan Prabowo meraup 33 persen. Selain itu survei tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi, yakni 68 persen dan Wapres Jusuf Kalla 64 persen dan survei terhadap mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jelang Pemilu 2009, angkanya mencapai 60 hingga 70 persen. Hal ini tentu menjadi keuntungan beliau jelang pilpres," tutur dia.
Begitu pula survei SMRC pada Desember 2017, Jokowi meraih 64,1 persen dan Prabowo Subianto 17,1 persen.
Oleh sebab itu, sejumlah isu SARA bakal dimainkan oleh para seteru Jokowi untuk menyalip dia. Jerry menyebut kemenangan lewat isu SARA pernah terjadi di Jakarta saat Gubernur Basuki Tjahaja purnama ditumbangkan lawan politik dengan pola gim politik.
Serangan SARA, kata Jerry, nantinya berlabuh pada momentum pilpres 2019. Pola dan strategi inilah yang akan dimainkan lawan politik Jokowi. Tapi isu nasional, NKRI, Pancasila, dan kebhinekaan ala Jokowi mampu menghadang counter attack saingannya.
Meski begitu, kata aktivis yang getol mengkritisi pelaku kasus korupsi, sasaran utama sang Presiden yakni grand design dan master plan pembangunan yang dikerjakannya itu baik, short term goal (sasaran jangka panjang) mid term goal (sasaran jangka menengah and long term goal (sasaran jangka panjang) Presiden untuk Indonesia layak diapresiasi.
Pesan berantai pidato Jokowi, hoax
Menanggapi beredarnya sebuah pesan berantai di sosial media yang berisikan pidato Jokowi tentang adanya ancaman terhadap kondisi keamanan di Tanah Air dari sejumlah kelompok masyarakat terkait hasil pilkada Jakarta tahun 2017, Istana Kepresidenan memastikan bahwa pesan tersebut berita bohong.
Dalam pesan tersebut, dikatakan Presiden menyampaikan pidato di Stadion Utama Senayan di depan seratus ribu hadirin sebagai tanggapan atas maraknya aksi demonstrasi pasca pilkada Jakarta.
Istana menegaskan Presiden Joko Widodo tidak pernah menghadiri acara dimaksud apalagi menyampaikan pidato yang ada dalam pesan tersebut. Dapat dipastikan pula bahwa penyebaran pesan berantai tersebut merupakan ulah pihak yang tidak bertanggungjawab.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi selalu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menghentikan maraknya penyebaran berita bohong atau hasutan yang mengandung fitnah dan kebencian.
“Marilah bersama-sama kita hentikan penyebaran berita bohong atau hasutan, yang mengandung fitnah dan kebencian di media sosial. Mari kita tunjukkan nilai-nilai kesantunan dan nilai-nilai kesopanan sebagai budaya Indonesia,” kata Presiden di Istana Merdeka, 8 Juni 2017.