Cerita Advokat Usai Kunjungi Laskar FPI yang Dititipkan ke Polda

Siswanto Suara.Com
Selasa, 02 Januari 2018 | 15:50 WIB
Cerita Advokat Usai Kunjungi Laskar FPI yang Dititipkan ke Polda
Ilustrasi penjara (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Advokat dari Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia Aziz Yanuar baru saja mengunjungi anggota Front Pembela Islam Boy Giadria yang ditahan di Polda Metro Jaya, Selasa (2/1/2018).

"Ini baru saya kunjungi. Kondisinya sehat," kata Aziz kepada Suara.com.

Lelaki kelahiran 1975 itu ditahan dengan tuduhan melakukan perusakan barang di toko obat Akbar yang berada di Jalan Raya Jatibening 2, RT 6, RW 2, Jatibening Baru, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (27/12/2017), pagi. Di rumah tahanan Polda Metro Jaya, status Boy tahanan titipan Polres Metro Bekasi Kota.

Sampai hari ini, Aziz tidak mengerti kenapa Boy dititipkan Polres Metro Bekasi Kota ke Polda Metro Jaya.

"Makanya, coba ditanya pihak Polres Metro Bekasi Kota. Kita minta tolong tanyakan ke kapolres," kata Aziz.

Aziz tidak pernah diberitahu polisi mengenai hal itu. Tapi menurut kabar burung yang sampai ke telinga Aziz, Boy tidak ditahan di Kota Bekasi karena khawatir kantor polisinya didatangi laskar FPI.

"Kabar burungnya karena khawatir ada apa-apalah, nggak ngerti."

Berbagai upaya sudah dilakukan advokat dari Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia untuk Boy. Mengajukan penangguhan penahanan pada Jumat (29/12/2017), misalnya.

"Sesudah itu, kami berkoordinasi dengan kepolisian, jajaran kasat (kepala satuan reserse kriminal), wakasat, sampai wakapolres (wakil kepala polres)."

"Cuma pihak polres belum bersedia memenuhi (penangguhan penahanan) sampai detik ini."

Suara Aziz diujung telepon terdengar meninggi ketika bicara tentang tuduhan kepada Boy.

Menurut dia Boy seharusnya tidak dikenakan Pasal 170 KUHP. Pasal ini mengatur tentang sanksi hukum bagi para pelaku kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum.

Pada waktu mendatangi pemilik toko yang diduga menjual obat kadaluwarsa, Boy memang bersikap memaksa. Aziz bilang Boy memaksa pemilik toko tidak menjual obat kadaluwarsa. Tapi, kata Aziz, Boy tidak merusak barang.

"Saya ada videonya (video pada waktu Boy dan warga ke toko obat). Dan dia memang tidak merusak. Dia hanya memaksa yang bersangkutan (pemilik toko) tidak jualan obat terlarang dan kadaluwarsa karena meresahkan."

Itu yang diprotes Aziz. Menurut Aziz, Boy justru membantu polisi, seharusnya polisi mengapresiasi, bukan malah sebaiknya.

Berkali-kali, Aziz menegaskan punya bukti video untuk menunjukkan kalau Boy tidak merusak barang.

Aziz kemudian menceritakan awal mula Boy dituduh melakukan perusakan.

Pagi sebelum Boy dan warga mendatangi toko obat, beberapa orang menyamar menjadi pembeli obat. Penyamaran dilakukan untuk memastikan apakah benar informasi yang beredar selama ini. Informasi itu menyebutkan toko itu jualan obat kadaluwarsa.

"Posisi waktu kejadian jam sembilan pagi. Itu ada anggota FPI dan satu warga bukan FPI itu pura-pura beli dengan uang Rp50 ribu."

Setelah mendapatkan obat, mereka meninggalkan toko. Di salah satu tempat yang masih berdekatan dengan toko, mereka memeriksa. Dan mereka makin yakin dengan isu yang beredar.

"Lalu, warga (termasuk Boy) klarifikasi ke toko lagi. Sempat disangkal. Setelah selesai klarifikasi. Obat dimasukkan ke dalam ember (oleh pemilik). Obat itu rusak. Sama polisi dijadikan barang bukti. Itu bukan Boy yang merusak," kata Aziz.

Aziz memastikan obat rusak yang dijadikan barang bukti oleh anggota polisi merupakan obat yang sudah dibeli warga.

"Makanya kami protes keras."

Aziz menganalogikan kasus ini dengan peristiwa warga memaksa membawa pencuri yang tertangkap basah ke kantor polisi. Di tengah jalan, salah satu kancing baju pencuri jatuh. Sehabis itu, si pencuri melaporkan balik warga dengan tuduhan perusakan kancing baju, perbuatan tidak menyenangkan, dan pemaksaan.

"Kena 170 karena kancing baju rusak. Gimana coba kalau penegakan hukum gitu."

Dititipkan

Polres Metro Bekasi Kota menitipkan Boy ke rumah tahanan Polda Metro Jaya sejak Sabtu (30/12/2017).

"Hari Sabtu ditahan ya," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono di Polda Metro Jaya.

Kenapa BG tak ditahan di penjara Polres Metro Bekasi Kota dan dititipkan ke Polda Metro Jaya, Argo tak menjelaskan alasannya.

"Semuanya kantor polisi boleh menahan seseorang ya," kata Argo.

Selain memproses pelaku sweeping, polisi juga memproses pemilik toko obat.

"Proses, masih proses, nah yang toko obat pun masih proses. Karena menjual obat tidak mempunyai surat izin," kata Argo.

Menurut Argo, Boy memimpin warga mendatangi toko obat Akbar.

"Tersangka inisial BG itu yang mimpin, yang masuk ke dalam (toko)," kata Kapolres Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Indarto.

Ketika memasuki toko, katanya, BG membentak pemilik toko.

"Bentak-bentak pemilik untuk keluarkan barang, suruh pemilik ambil ember dan mengisi air, lalu obat-obat itu dimasukkan ke dalam air," kata dia.

Indarto mengatakan aksi sweeping dilakukan tanpa koordinasi dengan anggota polisi.

"Faktanya sebelum polisi datang mereka sudah mengacak-acak toko obat itu," kata Indarto.

Boy dan dua rekannya, SD dan RN, diamankan. Boy diproses. Dua rekannya dipulangkan karena tak ditemukan unsur pidana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI