Tren Politik Populis Kanan Religius Tak Pecahkan Masalah Ekonomi

Reza Gunadha Suara.Com
Minggu, 31 Desember 2017 | 08:06 WIB
Tren Politik Populis Kanan Religius Tak Pecahkan Masalah Ekonomi
Airlangga Pribadi
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gelombang kebangkitan kaum populisme kanan religius tengah melanda banyak negara di dunia. Gerakan tersebut juga menjadi tren dalam politik di dunia sepanjang tahun 2017.

Populisme, pada umumnya, merupakan gerakan sekaligus kelompok kekuatan politik yang menggunakan kekecewaan massa terhadap keadaan ekonomi, politik, maupun sosial budaya, guna menekan rezim.

Airlangga Pribadi, Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga, mengatakan tren yang sama juga terjadi di Indonesia.

“Dunia sekarang mengarah ke kanan sebagaimana terjadi di Eropa dan Indonesia,” jelas Airlangga ini di Jakarta, seperti dilansir Anadolu Agency, Sabtu (30/12/2017).

Baca Juga: Diprotes Israel, NBA Hapus Palestina dari Daftar Negara

Airlangga mengatakan populisme kelompok ini muncul karena kanal politik yang tidak bisa disalurkan.

Namun, Airlangga berharap agar politik identitas bisa hadir dalam aksi-aksi yang lebih konkret.

Pasalnya, kata Airlangga, belum ada partai ideologis saat ini yang bisa memformulasikan solusi problem sosial dan ekonomi.

“Yang ada kekuatan politik identitas selalu mencari kambing hitam dari kelompok ‘asing dan aseng’,” kata doktor dari Murdoch University, Australia ini.

Baca Juga: Jelang Tahun Baru, Densus 88 Bekuk Satu PNS Diduga Teroris

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais menjelaskan populisme relijius muncul karena masalah ekonomi yang belum terselesaikan.

Kegelisahan material itu, kata Hanafi, tercerminkan dari laporan berbagai polling yang kerap menyoroti persoalan ekonomi.

“Lapangan kerja susah, kebutuhan pokok tinggi, dan daya beli menurun,” jelas Hanafi.

Hanafi merasakan persoalan ini hampir selalu mewarnai kunjungan anggota DPR ke masyarakat. Mereka mengeluhkan kondisi ekonomi baik kepada partai penguasa maupun oposisi.

“Sehingga gelombang populisme relijius itu menjadi saluran,” jelasnya.

Hanafi memprediksi tren populisme relijius masih akan mewarnai politik nasional pada 2018 sebelum persoalan mendasar di bidang ekonomi terselesaikan.

“Jadi saat bicara politik 2019, kita harus ingat masalah ini,” tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI