Suara.com - Kepolisian Indonesia punya kendala dalam penindakan hukum terhadap anggota geng motor yang terlibat tindak pidana. Ini menyusul maraknya kasus kriminal geng bermotor yang beberapa di antara pelakunya remaja.
Baru baru ini kasus penjarahan toko pakaian Fernando Store di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, oleh geng motor Jepang (Jembatan Mampang) yang berafiliasi dengan geng motor RBR (Rawamaya Beji Rasta) pada Jumat (29/12/2017) dini hari. Beberapa diantara pelaku adalah anak dibawah umur.
"Jadi Undang-undangnya masih mengatur bahwa kalau dia di bawah umur jadi diberlakukan UU Perlindungan Anak. Ada aturan-aturan di situ dia tidak boleh dicampur dengan orang dewasa. Kalau dicampur dengan orang dewasa dikhawatirkan makin pintar (melakukan kriminal). Jadi dia harus dipisahkan, dan kemudian dalam sidangnya harus di tutup dan sebagainya, dan ini yang harus kita ikuti," kata Kepala Divisi Humas Polri di Mabes Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (29/12/2107).
Menurutnya sulit untuk menjatuhkan hukuman berat terhadap anggota geng motor yang berusia di bawah umur agar menimbulkan efek jera. Menurutnya kalau mau menghukum berat anggota geng motor remaja harus mengubah undang-undang terlebih dahulu.
Baca Juga: Nenek Bawa Cucu Cari Ibu yang Dipenjara karena Ikut Geng Motor
"Undang-undangnya seperti itu, jadi kalau mau mengubah penanganan geng motor yang pelakunya anak di bawah umur ya harus revisi undang-undang," ujar dia.
Polisi akan mengedepankan pendekatan preventif dan mendidik terhadap kelompok geng motor yang mulai meresahkan masyarakat. Sebab banyak di antara anggota geg motor adalah remaja yang usianya belum cukup umur.