Beberapa tersangka anggota geng motor dibawa dari ruang tahanan ke salah satu ruangan di kantor Polres Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (29/12/2017), siang.
Mereka bagian dari 17 tersangka kasus penjarahan toko pakaian Fernando Store di Jalan Sentosa, Sukmajaya, Depok, Minggu (24/12/2017), dini hari. Belasan orang ini bukan berasal dari satu geng. Tetapi dari tiga geng. Geng Jepang (Jembatan Mampang), geng RBR (Rawamaya Beji Rasta), dan geng Matador.
Pada waktu dikeluarkan dari sel, beberapa tersangka itu pakai kain penutup muka warna gelap. Topeng wajah merupakan bagian dari upaya polisi menutupi identitas tersangka apabila masuk media untuk melindungi azas praduga tak bersalah.
Mereka bagian dari 17 tersangka kasus penjarahan toko pakaian Fernando Store di Jalan Sentosa, Sukmajaya, Depok, Minggu (24/12/2017), dini hari. Belasan orang ini bukan berasal dari satu geng. Tetapi dari tiga geng. Geng Jepang (Jembatan Mampang), geng RBR (Rawamaya Beji Rasta), dan geng Matador.
Pada waktu dikeluarkan dari sel, beberapa tersangka itu pakai kain penutup muka warna gelap. Topeng wajah merupakan bagian dari upaya polisi menutupi identitas tersangka apabila masuk media untuk melindungi azas praduga tak bersalah.
Wartawan Suara.com mewancarai tersangka berinisial D (16). Dia anggota geng Jepang. Pemuda ini menunduk terus. Gayanya berubah 360 derajat jika dibandingkan pada waktu menjarah toko. Di toko itu, dia sangar.
Pelan-pelan, D mau menceritakan awal mula bergabung dengan geng motor Jepang. Dia ngaku baru dua pekan ikut geng.
"Saya diajak teman awalnya gabung sama (geng) Jepang. Itu baru dua minggu ini saya bergabung," kata D.
D sebenarnya sudah punya pekerjaan. Dia jadi anggota official tim sepak bola. Sepertinya, dia memang lagi apes.
"Iya saya kerja di Bali sudah tiga bulan. Ini pas lagi momen libur saya pulang (ke Depok). Jadi official sepak bola di sana," ujar D.
Gajinya sebagai anggota official sebesar Rp4,5 juta. Gajinya gede, tapi kenapa ikut-ikutan ugal-ugalan bersama geng motor?
"Ya, ikut geng cuma pengen banyak temen aja saya bang. Nggak ada syarat apa - apa juga masuk geng Jepang kok," kata D.
Apa dapat bayaran kalau masuk geng? Kata D, tak ada bayaran uang, kecuali punya banyak teman. Tapi, bagi anggota geng yang sudah lama bergabung, biasanya dapat baju dengan atribut geng.
"Nggak ada bayar - bayar apa kok (masuk geng Jepang). Ya, kalau udah lama gabung dapat baju," kata D.
Anggota geng Jepang saat ini sekitar 20 orang.
D kemudian mengakui ikut menjarah pakaian di toko Fernando Store pada malam itu. D mengambil sejumlah celana.
"Ya, yang lain ngambil saya juga ikut (ngambil celana). Saya juga cuma nongolin celurit aja buat nakut-nakutin," ujar D.
Setelah ditangkap polisi, D ingat keluarga, ingat orang-orang terdekat, ingat pekerjaan. Dia menyesal bukan main.
"Ya, saya menyesal nggak mau ngulangin ini lagi, kasihan orangtua saya. Ini juga saya baru pertama kali ikut (Aksi Geng Motor)," kata D.
Geng motor itu berafiliasi menjarah toko pakaian. Pemilik toko mengalami kerugian Rp15 juta. Barang-barang yang dijarah, di antaranya celana sembilan lusin, kaus satu lusin, jaket lima potong, celana pendek delapan buah.
Kata anggota DPR
Kasus kriminalitas di Indonesia masih marak, khususnya di Ibu Kota Negara dan daerah penyangga. Terbaru, dua kelompok geng motor berkolaborasi menjarah toko pakaian Fernando Store.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PPP Reni Marlinawati mengaku prihatin. Tapi, dia minta jangan ada lagi saling menyalahkan. Semua pihak mesti sama-sama mengambil peran mencegah aksi geng motor.
"Ketika pemerintah mengatakan ini kan kewajiban keluarga, orangtuanya jangan terlalu sibuk, urus anaknya dong. Tak boleh saling menyalakan," kata Reni di DPR, Jakarta, Kamis (28/12/2017).
Lemahnya pengawasan masyarakat menjadi salah satu penyebab maraknya kenakalan di kalangan remaja.
Ketua Fraksi PPP berkisah. Suatu hari, dia menyaksikan seorang anak di bawah umur dibantu menyalakan rokok oleh orang dewasa yang berada di sampingnya.
"Harusnya kan anak itu dilarang. Itulah lemahnya respon masyarakat serta kontrol masyarakat terhadap peristiwa-peristiwa seperti itu. Kalau sekarang anak-anaknya bergerombol terus tiba-tiba datang masyarakat pasti anaknya juga takut kok," ujar Reni.
Lemahnya sanksi kepada mereka, kata Reni, juga mengakibatkan geng motor masih marak. Sanksi yang tidak menimbulkan efek jera, tidak akan menghentikan kenakalan remaja.
"Misalkan begini, kalau kan dulu ada aturan kalau ada tamu 24 jam harus lapor RT. Sekarang kan tak ada lagi. Nah sekarang ada nggak aturannya kalau 24 jam anak tak ada di rumah harus lapor RT. Kan tidak ada," tutur Reni.
Peran lembaga pendidikan dinilai belum maksimal. Sekolah mestinya tidak hanya memberikan pelajaran-pelajaran umum kepada anak didik, tapi juga membentuk moral dan karakter.
"Karena ketika orangtuanya miskin kemudian dia sibuk, pasti anaknya itu tidak cukup waktu memperoleh pendidikan yang mengenai itu, ini kan harus disampaikan di sekolah. Sekolah itu menjadi rumah yang kedua," kata Reni.
Kuncinya lagi terletak pada ketegasan aparat penegak hukum. Menurut Reni, aparat harus mengambil langkah cepat untuk menimbulkan efek jera.
"Karena begini, kalau saya melihat adanya upaya bukan pembiaran, ada seperti permisif. Kalau peristiwa itu ada, ya sudahlah itu kan anak muda. Akhirnya kan karena dibiarkan, dia merasa apa yang dilakukan benar. Walhasil dia melakukan hal-hal yang sangat tidak terpuji," kata Reni. [Dian Rosmala]