Riset: PSK Anak Tersedia di 10 Destinasi Wisata Indonesia Ini

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 28 Desember 2017 | 17:57 WIB
Riset: PSK Anak Tersedia di 10 Destinasi Wisata Indonesia Ini
ILUSTRASI - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM merilis para perempuan warga negara asing (WNA) yang diamankan dari beberapa tempat hiburan malam di kawasan Jakarta dan Bogor, Jakarta, Jumat (13/1).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Semua destinasi wisata di Indonesia ternyata memunyai  prostitusi anak, demikian kesimpulan hasil riset yang dilakukan lembaga End Child Prostitution Child Pornography & Trafficking of Children (ECPAT).

Kesimpulan itu diperoleh setelah riset ECPAT di 10 destinasi wisata Indonesia sepanjang 2015-2017. Melalui riset itu, mereka menemukan terdapat praktik prostitusi anak di semua wilayah tersebut.

Kesepuluh destinasi wisata yang mereka riset itu ialah Karangasem (Bali), Gunungkidul (Yogyakarta), Garut (Jawa Barat), Toba, Samosir dan Nias (Sumatera Utara), Bukitinggi (Sumatera barat), Jakarta Barat, Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Kefamenanu (Nusa Tenggara Timur).

Baca Juga: Flek Coklat 7 Hari Pascahaid, Normalkah?

“Dari semua wilayah tersebut hanya Gunungkidul dan Karangasem yang memiliki peraturan daerah (perda) tentang perlindungan anak,” ujar Koordinator ECPAT Ahmad Sofian, Kamis (28/12/2017), seperti dilansir Anadolu Agency.

Selain perda perlindungan anak, ujar Sofian, Gunungkidul memiliki organisasi anak, pusat rehabilitasi anak, dan organisasi masyarakat sipil yang responsif.

ECPAT, ujar Sofian, juga menyimpulkan terdapat wilayah merah soal rendahnya perlindungan anak, yaitu Jakarta Barat, Garut, Lombok dan Nias.

“Bahkan, Garut tak memiliki instrumen apa pun untuk melindungi anak dari bahaya prostitusi di daerah wisata,” ujar Sofian.

Prostitusi itu, ujar Sofian, terjadi lewat perdagangan seks anak, pornografi daring, maupun pernikahan anak oleh wisatawan. Anak-anak tersebut dipekerjakan di pusat hiburan malam seperti diskotik, kafe dan spa.

Baca Juga: KPAI: Buku Balita Kampanye LGBT Ganggu Perkembangan Anak

ECPAT juga menyimpulkan jumlah kasus prostitusi anak meningkat seiring meningkatnya target pemerintah terhadap sektor pariwisata.

Sofian mengatakan jumlah pembinaan pelaku prostitusi yang dilakukan Kementerian Sosial meningkat dari 220 ribu orang di tahun lalu menjadi 248 ribu orang tahun ini.

“Angka ini jauh lebih sedikit dibanding realita, dan teori ECPAT Internasional jumlah anak terlibat prostitusi diperkirakan 30 persen dibanding dewasa,” ujar Sofian.

Sedang jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), meningkat 25,68 persen ketimbang tahun sebelumnya menjadi 9,25 juta sepanjang Januari-Agustus.

“Sayangnya meningkatnya jumlah wisatawan tak berbarengan dengan perlindungan maksimal terhadap anak di wilayah destinasi wisata,” ujar Sofian.

Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Pariwisata Oneng Setya Harini mengatakan, pemerintah menargetkan pariwisata sebagai penyumbang devisa terbesar pada 2019.

Harapan pemerintah, ujar Oneng, dengan target 20 juta wisatawan tahun 2019, pariwisata bisa menyumbang Rp240 triliun untuk negara.

Saat ini, kata Oneng, Indonesia baru menempati peringkat ke-43 soal indeks daya saing pariwisata. Targetnya Indonesia bisa mencapai posisi 30 pada 2019 mendatang.

Pariwisata, ujar Oneng, menjanjikan manfaat secara ekonomi, yaitu menambah devisa negara, pemasukan daerah, menciptakan lapangan kerja dan mensejahterakan kehidupan warga sekitar.

“Tapi pariwisata juga rentan disalahgunakan untuk kegiatan eksploitasi seksual terhadap anak,” kata Oneng.

Oleh karena itu Oneng menekankan pentingnya kerja sama Kementerian Pariwisata dengan berbagai lembaga terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI