Suara.com - Sebanyak 6.831 warga sipil Palestina ditangkap militer Israel, sejak gelombang aksi massa melanda kawasan tersebut untuk memprotes deklarasi Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem ibu kota Israel.
Berdasarkan data B'Tselem—lembaga pemantau HAM di ISrael—yang dikutip Telesur TV, Rabu (27/12/2017), 331 orang dari total 6.831 warga Palestina yang ditangkap Israel adalah anak-anak.
Sementara data yang dipublikasikan Masyarakat Tahanan Palestina (PPS), terdapat sedikitnya 610 orang yang dijebloskan ke penjara oleh Israel sampai tanggal 6 Desember 2017.
Baca Juga: Sejak Era Ahok, Perjalanan Dinas Pejabat DKI Rp1,5 Juta Per Hari
Ratusan orang yang ditahan Israel tersebut, termasuk 170 anak-anak dan 12 perempuan Palestina.
Deklarasi Trump megenai Yerusalem telah memantik kemarahan dari segala penjuru dunia. Warga sipil Palestina yang bedomisili di Tepi Barat, Jalur Gaza, maupun Yerusalem Timur juga dimobilisasi untuk menggelar demonstrasi mempertahankan Al Quds—nama Yerusalem dalam bahasa Arab—sebagai ibu kota mereka kelak.
Demonstrasi tersebut direspons secara represif oleh militer Israel. Hingga kekinian, tercatat 12 demonstran yang tewas di tangan militer Israel, termasuk seorang penyandang cacat.
"Banyak warga Palestina, termasuk anak-anak, yang ditangkap dalam serbuan militer Israel. Penggerebekan itu selalu dilakukan pada dini hari di sejumlah daerah Palestina maupun daerah pendudukan seperti Yerusalem Timur," demikian pernyataan yang dirilis B'Tselem.
Lembaga nirlaba tersebut juga menyoroti aksi represif militer Israel yang turut menyasar anak-anak Palestina.
Baca Juga: Terungkap, Penjarahan Pakaian di Depok Kolaborasi Dua Geng Motor
Bahkan, B'Tselem juga mengungkapkan anak-anak Palestina sudah menjadi target persekusi militer Israel jauh sebelum deklrasi Trump.
"Pada tanggal 20 Oktober 2017, ratusan militer Israel memasuki wilayah Palestina di al-Esawiyah pada pukul 23.30 malam, menyerbu belasan rumah dan menahan 51 warga termasuk 26 anak-anak berusia 15 sampai 17 tahun," terang B'Tselem.
Seorang warga Palestina yang pernyataannya dikutip B'Tselem menggambarkan suasana mencekam saat militer Israel datang untuk merampas anak-anaknya.
"Jam 4 subuh, istriku bernama Jihad dan aku sendiri terbangun karena pintu rumah kami digedor. Kami melihat satu perempuan polisi dan 4 laki-laki polisi Israel berdiri di depan ruang tidur kami bersama seekor anjing pelacak," tutur saksi mata tersebut seperti dikutip B'Tselem.
"Mereka meminta anak-anak kami. Mereka meminta anak-anak kami berganti pakaian dan menggiring mereka keluar. Istriku mencoba mencegah, tapi justru menjadi sasaran polisi itu. Anakku yang pertama, kali pertama ditahan Israel pada usia 9 tahun," terangnya.
B'Tselem menyimpulkan persekusi dan penahanan anak-anak Palestina memang dilakukan secara sistematis dan terorganisasikan oleh Israel.
Kasus terbaru yang menjadi perhatian internasional adalah penangkapan Ahed al-Tamimi, bocah perempuan berusia 16 tahun yang ditangkap Israel di Nabi Saleh, dekat Ramallah.
Ahed ditangkap di rumahnya pada malam hari dan diseret ke mobil militer dan hingga kekinian masih ditahan. Ahed ditangkap karena menampar seorang militer Israel.