Analis Nilai Jenderal Polisi yang Ikut Pilkada Perlu Diwaspadai

Kamis, 28 Desember 2017 | 13:59 WIB
Analis Nilai Jenderal Polisi yang Ikut Pilkada Perlu Diwaspadai
Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti. [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai adanya jenderal polisi yang ikut dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018 perlu diwaspadai. Sebab dimungkinkan ada penyalahgunaan kekuasaan saat Pilkada.

Ray Rangkuti mengatakan di kalangan Polri ini merupakan sama sekali baru, di mana jenderal aktif ikut maju sebagai kandidat kepala daerah.

"Saya pikir kalau TNI kan sudah ada sejak lama. Yang baru ini kan Polisi. Sekarang kan ada empat Polisi yang digadang-gadang itu terlibat dalam Pilkada. Fenomena Polisi ini yang menurut saya perlu diperhatikan, perlu dicermati lebih teliti," kata Ray kepada suara.com, Kamis (28/12/ 2017).

Beberapa jenderal yang dikabarkan akan maju Pilkada serentak periode 2018-2023 yaitu Kepala Korps Brimob Polri, Inspektur Jenderal Murad Ismail di Pilkada Provinsi Maluku. Murad telah resmi mendapatkan dukungan dari PDI Perjuangan.

Baca Juga: Ini Ukuran Pilkada Serentak 2018 Berhasil Versi Mendagri

Kapolda Kalimantan Timur, Inspektur Jenderal Safaruddin, yang akan maju sebagai Calon Gubernur Kalimantan Timur. Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Inspektur Jenderal Anton Charliyan untuk pemilihan Gubernur Jawa Barat.

Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw, yang akan maju dalam pemilihan Gubernur Papua,

Serta Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat TNI, Letnan Jenderal Edy Rahmayadi, yang akan ikut dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara didukung oleh PKS, Gerindra dan PAN.

Menurut Ray lagi, potensi penyalahgunaan wewenang oleh Polisi yang menjadi kandidat sangat tinggi. Sebab, kedekatannya dengan masyarakat lebih erat jika dibandingkan dengan TNI.

"Potensi penyalahgunaan kekuasaan tinggi kalau Polisi. Kenapa? Karena mereka kan berhubungan langsung dengan publik, nanti kita khawatirkan Kapolda-Kapolda akan melakukan tindakan-tindakan yang sepertinya penegakan hukum, tapi dasarnya untuk menaikkan elektabilitas dan popularitasnya," ujar Ray.

Baca Juga: Pilkada Serentak, Aher: Ingat, 27 Juni 2018!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI