“Ada yang panggil Pintu. Ada juga yang Pinto atau Pito,” tutur Pintu menyebut beberapa nama panggilannya.
Bagi pemuda berumur 18 tahun itu, nama Pintu Pemberitahuan semula seperti nama lain pada umumnya. Tak ada yang aneh dengan nama itu, hingga ia duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Teman-teman sebayanya mulai mengejek nama nyentriknya itu.
Lama-kelamaan, Pintu memberanikan diri bertanya kepada ibunya. Ingin memastikan kenapa diberi nama Pintu Pemberitahuan.
Baca Juga: Liverpool Bikin Van Dijk Jadi Bek Termahal Dunia, Ini Daftarnya
Bukannya terbawa oleh ejekan teman-teman sebayanya, setelah tahu alasannya, Pintu justru menerima penjelasan sang ibu.
Sambil duduk santai, cerita mengalir dari Pintu. Menurut penjelasan sang ibu, namanya lekat dengan sejarah perjalanan keluarganya.
Pada 1999, kedua orang tuanya Iswanto-Luwi menggelar pameran lukisan tunggal di Jakarta. Sebuah keputusan yang sangat berani. Sebab, kondisi perekonomian Indonesia saat itu nyaris lumpuh.
Harga-harga melambung tinggi. Nilai tukar rupiah merosot tajam. Daya beli masyarakat sangat rendah. Jangankan membeli barang sekunder seperti lukisan, tidak sedikit masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan primernya.
Lumpuhnya sendi-sendi perekonomian ini juga berdampak pada kehidupan kedua orang tuanya.
Baca Juga: Reaksi Alfius saat Dipertemukan dengan Gigolo Pembunuh Istrinya
Dengan pendapatan pas-pasan plus masih tinggal ngontrak sebuah rumah di wilayah Kasongan, kedua orang tuanya nekat menggelar pameran tunggal untuk dapat bertahan di kondisi yang tak menentu kala itu.