Suara.com - Merayakan kerukunan dalam perbedaan, begitulah pesan Natal 2017 yang hendak disampaikan dalam perayaan ekaristi malam Natal di Paroki Santo Antonius Padua, Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.
Dalam perayaan malam Natal, Minggu (24/12) akhir pelan lalu, di gereja tersebut, warga setempat yang bukan umat Kristen ikut melakukan penjagaann.
Paroki itu, seperti dilansir Harian Jogja—jaringan Suara.com, Rabu (27/12/2017), ramai dikunjungi umat Nasrani dari berbagai penjuru Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca Juga: 2018, Malware Lebih Ganas Diprediksi Muncul
Mereka berpakaian rapi, segar dan wangi. Suasana begitu penuh sejak sore hari. manusia membanjiri halaman gereja.
Sebagai langkah antisipasi, setiap yang hendak masuk area gereja diperiksa. Tasnya digeledah, pintu metal detektor wajib dilalui. Antrean pun mengular.
Personel Brigade Mobil Polda DIY juga menjaga pintu detektor. Tapi, personel Brimob bukan satu-satunya pihak yang berkewajiban memastikan Malam Natal berjalan aman.
Di antara orang-orang berseragam dengan potongan tubuh langsing dan tegap itu, terselip beberapa anggota organisasi masyarakat (ormas, yang juga memakai seragam kebesaran masing-masing) yang turut serta menjaga keamanan malam Natal.
Ada Paksi Katon dengan seragam khasnya, serba hitam dan ikat kepala; Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) dengan seragam lorang loreng; Forum Jogja Rembug (FJR) yang juga berpakaian hitam dan tentu saja Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang memakai seragam ala militer.
Baca Juga: Pemerintah Evaluasi Layanan Kereta Api Bandara Soekarno - Hatta
Setiap ormas mengirim jumlah personel yang bervariasi, Paksi Katon dan FJR masing-masing menyumbang lima orang, FKPPI delapan orang dan Banser 13 orang.
Tugasnya macam-macam, ada yang mengarahkan jemaat untuk mengikuti barisan. Ada yang ikut polisi mengatur lalu lintas. Sebagian membantu orang yang hendak menyebrang.
Saat ekaristi Malam Natal 1 dimulai (malam itu ada tiga kali misa), beberapa di antaranya duduk melepas lelah dengan ditemani lantunan kidung Natal yang memberambat pelan di udara. Menimbulkan perasaan kudus yang sulit dimengerti.
Di saat yang bersamaan, di kejauhan terdengar azan magrib memanggil-manggil umat Islam agar segera bersembahyang.
Sejurus kemudian, seorang anggota Banser mengajak rekannya untuk menunaikan salat. “Ayo salat,” ucapnya sembari berlalu.
Tak ada ketegangan, orang-orang yang beragama Islam bisa santainya turut serta menjaga perayaan hari kelahiran Yesus Sang Penyelamat. Toleransi benar-benar terjadi dan bukan sekedar omongan kaum elit.
Apa yang terjadi di luar gereja, nyatanya juga sesuai dengan tema Natal yang diusung Paroki Santo Antonius Padua, yakni Mengalami Terang Kelahiran Kristus Dalam Hidup Menggereja dan Berbangsa.
Ketua Panitia Natal di gereja itu, Seraphina Dewanti mengatakan tema tersebut dipilih untuk mengajak umat memandang perayaan Natal bukan sebagai ritual yang diperingati rutin setiap akhir tahun.
“Tujuannya adalah membantu umat memahami kedosaan dirinya dan masyarakatnya; membantu umat mengalami kehadiran Allah yang karena cinta kasih-Nya menyelamatkan kita; serta mengajak umat untuk memahami kembali arti keberagaman di Indonesia,” ucap Seraphina.
Haryono, salah satu anggota Paksi Katon yang berjaga di Paroki Santo Antoinus Padua, Kotabaru mengatakan, organisasi tempatnya bernaung tidak pernah sama sekali membedakan manusia berdasarkan keyakinan yang diyakininya.
“Paksi Katon tidak pernah membedakan agama. Setiap tahun kami selalu diajak kepolisian mengamankan Natal. Kami ingin menunjukkan Jogja adalah kota yang sangat toleran akan keberagaman,”
Secata total Paksi Katon, ucapnya menerjunkan 1.500 personel untuk mengamankan Natal dan Tahun Baru 2018. Semua personel disebar ke empat kabupaten dan satu kota. [Nina Atmasari]