Suara.com - Uni Emirat Arab, yang membuat marah Tunisia dengan melarang terbang seorang perempuan asal Tunisia, mengetahui pejuang perempuan Isis, yang kembali dari Irak atau Suriah, kemungkinan mencoba menggunakan paspor Tunisia untuk melakukan serangan, kata pejabat pemerintah Tunisia.
Tunisia meminta Uni Emirat Arab meminta maaf atas larangan perjalanan tersebut, dengan mengatakan bahwa UEA tidak memberikan penjelasan, dan pada Minggu menangguhkan kegiatan perusahaan penerbangan Emirates, yang bermarkas di Dubai, di bandar udara Tunisia.
Sejak saat itu, Saida Garrach, penasihat di kepresidenan Tunisia, mengatakan kepada radio setempat Shems FM bahwa UEA memiliki keterangan khusus mengenai kemungkinan tindakan teror sebagai bagian dari kepulangan petempur, yang meninggalkan Irak dan Suriah, dan bahwa kedua negara itu sekarang bekerja bersama untuk mengatasi ancaman tersebut.
"Terdapat komplotan teroris di beberapa negara," kata Garrach dalam wawancara pada Senin dan diunggah di laman stasiun radio tersebut.
Baca Juga: Bom Bunuh Diri di Kabul, 5 Tewas, ISIS Klaim Bertanggung Jawab
"Yang menjadi kekhawatiran Uni Emirat Arab adalah kemungkinan tindakan teroris yang dilakukan oleh perempuan Tunisia atau oleh pemegang paspor Tunisia," katanya.
Garrach mengkritik cara ancaman tersebut dihubungkan ke Tunisia.
"Kami memerangi terorisme bersama Uni Emirat Arab dan kami berkoordinasi untuk memecahkan masalah ini. Namun kami tidak dapat menerima cara perempuan Tunisia diperlakukan dan tidak menerima apa yang telah terjadi pada perempuan berkewarganegaraan Tunisia di bandar," tegasnya.
Tunisia termasuk di antara negara-negara dengan jumlah petempur militan Islamis tertinggi, masalah yang terkait dengan radikalisasi yang meluas di antara kaum muda yang mengalami kekecewaan dan pelonggaran kontrol keamanan setelah pemberontakan pada 2011 di Tunisia.
Kekalahan militer dari kelompok IS di sebagian besar Suriah dan Irak tahun ini telah mendorong banyak petempur asing dan keluarga mereka untuk pulang. Isis juga telah kehilangan benteng utamanya di negara tetangga Tunisia, Libya.
Baca Juga: Bebas dari ISIS, Umat Kristiani Irak Dirikan Pohon Natal 9 Meter
Lebih dari 3.000 warga Tunisia diketahui melakukan perjalanan ke luar negeri untuk berperang, kata kementerian dalam negeri Tunisia. Pada setahun lalu, menteri dalam negeri mengatakan bahwa 800 orang kembali ke Tunisia, tempat mereka dipenjara, dipantau atau dikenai tahanan rumah. [Antara]