"Jadilah muncul kalimat saya yang memang tertulis dalam kondisi emosi. Isinya seperti yang beredar itu. Karena saya pikir hal itu tidak perlu dibesar-besarkan sampai kemana-mana. Karena melihat ini bisa berisiko besar bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Ternyata kritik saya yang dibalut emosi itu mungkin terasa terlalu tajam bagi mereka walaupun saya sudah berusaha juga menggunakan bahasa yang tetap elegan, walaupun keras," katanya.
Waktu itu, setelah Zulfikar menyampaikan uneg-uneg di Twitter, situasi biasa-biasa saja. Tetapi, mendadak jadi runyam setelah muncul aksi dengan hastag #BoikotTopSkor.
Linimasa heboh. Dengan memakai hastag itu, sebagian pendukung dan simpatisan Abdul Somad mengecam Zulfikar. Mereka menilai jurnalis ini sudah tendensius dan ingin menjatuhkan Abdul Somad.
Otomatis, nama redaksi Topskor pun kecipratan karena disebut-sebut para pendukung Abdul Somad terus. Agaknya inilah yang membuat redaksi tempat Zulfikar bekerja, serius menanggapi.
Akun @joni_nih, misalnya. Dia sampai menyebut Zulfikar penista Abdul Somad. Walaupun Zulfikar sebenarnya tidak punya niat buruk dengan cuitannya.
Sempat terjadi perdebatan antara Zulfikar dengan netizen.
Tetapi akhirnya jalan damai ditempuh Zulfikar. Dia minta maaf sekaligus mengklarifikasi cuitan.
"Kpd teman2 muslim yg merasa tersinggung krn kritikan sy atas @ustabdulsomad saya ingin sampaikan permintaan maaf dan klarifikasi sekaligus," tulis @zoelfick.
Dia menjelaskan kalau permintaan maafnya disampaikan bukan karena tekanan, melainkan karena kesadaran. Dia merasa kritikannya terlalu keras sehingga melukai pendukung Abdul Somad.
Zufikar menjelaskan selama ini dia melemparkan kritikan bukan didasari sikap permusuhan, melainkan sebagai sikap kritis atas fenomena sosial. "Lalu kenapa saya melemparkan kritikan begitu, tak lain sebagai upaya saya saling mengingatkan dengan cara saya, "watashaubil haq, watawa shaubil haq," tulis Zulfikar.