Suara.com - Sejak tahun 2005 silam, setiap tanggal 26 Desember, semua nelayan di Provinsi Aceh pantang melaut.
Hal ini dilakukan agar nelayan dapat mendoakan saudara mereka yang meninggal saat bencana tsunami. Selain itu juga agar nelayan dapat berkumpul dengan keluarga.
“Saat bencana tsunami pada akhir tahun 2004 silam, yang paling banyak meninggal adalah nelayan, karena nelayan tinggal di pesisir. Saat bermusyawarah pada tahun 2005 lalu, kita memutuskan nelayan Aceh pantang melaut setiap tanggal tersebut,” ujar Wakil Sekretaris Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (26/12/2017).
Baca Juga: Ridwan Kamil Pasrahkan soal Cawagubnya ke Parpol Pengusung
Menurut Miftah, selain tanggal 26 Desember, nelayan Aceh juga pantang melaut pada hari Jumat, lebaran Idul Fitri, lebaran Idul Adha, dan pada peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2017.
“Pantang melaut pada tanggal 26 Desember diberlakukan agar nelayan bisa berkumpul dengan keluarga mereka saat peringatan bencana tersebut, dan dapat berziarah ke kuburan-kuburan massal atau menghadiri doa bersama untuk korban tsunami,” ujar Miftah.
Sementara dilaporkan Antara, nelayan di pesisir Seurahet, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, mengadakan doa dan zikir bersama di masjid yang berlokasi daerah bencana tsunami 13 tahun lalu.
"Setiap tahun pascatsunami kami adakan kenduri di sini. Sangat banyak nilai sejarah yang membuat kami tidak bisa jauh dari masjid ini, walaupun kondisinya masih seperti baru kemarin kena gelombang tsunami,"kata T Irhami (48) seorang warga di Meulaboh.
Masjid Baitul Atiq Desa Padang Seurahet, terlatak di dekat bibir pantai desa tersebut, akan tetapi bangunannya tidak hancur disapu gelombang tsunami dahsyat pada 2004 tersebut, banyak warga yang menyelamatkan diri ke atas masjid tersebut juga luput dari maut.
Baca Juga: 13 Tahun Tsunami, Aceh Larut dalam Doa
Irhami, menceritakan, saat gempa berkekuatan 9,2 SR menguncang Aceh, berselang 15 menit kemudian terjadi tsunami dari arah laut yang menelan permukiman penduduk sehingga mereka terseret dan hanyut dalam gelombang.