Suara.com - Gunung Agung kembali erupsi, Minggu (24/12/2017) pukul 10.05 WITA. Erupsi disertai dengan asap kelabu tebal dengan tinggi kolom abu vulkanik sekitar 2.500 meter di atas puncak kawah mengarah ke Timur Laut.
Erupsi hanya sesaat sekitar 10 menit saja. Pascaerupsi asap putih keluar dari kawah, dan kadang disertai hembusan.
Sebelumnya, Sabtu (23/12/2017) pukul 11.57 WITA, Gunung Agung juga erupsi dengan asap kelabu tebal setinggi sekitar 2.500 meter condong ke timur laut. Hujan abu disertai pasir tipis terjadi di sekitar lereng Gunung Agung, seperti di Tulamben, Kubu.
“Aktivitas vulkanik Gunung Agung masih tinggi,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Minggu siang.
Baca Juga: Debitur Terdampak Erupsi Gunung Agung dapat Tambahan Modal
PVMBG sampai saat ini masih menetapkan Gunung Agung status Awas (level 4). Status Awas ini berlaku sejak bulan lalu hingga saat ini. Status Awas ini hanya berlaku pada radius 8-10 kilometer dari puncak kawah Gunung Agung.
Artinya masyarakat dilarang melakukan aktivitas apapun di dalam radius 8-10 kilometer dari puncak kawah. Di luar area itu aktivitas dapat berjalan normal dan masih tetap aman.
Sementara itu jumlah pengungsi erupsi Gunung Agung saat ini tercatat 71.045 jiwa yang tersebar di 239 titik pengungsian. Sebaran dari pengungsi tersebut adalah 42.928 jiwa di Kabupaten Karangasem, 11.441 jiwa di Kabupaten Klungkung, 9.938 jiwa di Kabupaten Buleleng, 977 jiwa di Kabupaten Bangli, 3.502 jiwa di Kabupaten Gianyar, 205 jiwa di Kabupaten Jembrana, 730 jiwa ada di Kabupaten Tabanan, 590 jiwa di Kabupaten Badung, dan 734 jiwa di Kota Denpasar. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi para pengungsi akan terus dipenuhi oleh Pemerintah dan Pemda dibantu dari dunia usaha, NGO, relawan, dan masyarakat.
“Pemerintah sangat peduli dalam penanganan erupsi Gunung Agung, termasuk terhadap pariwisata Bali. Pemerintah daerah mencabut status tanggap darurat penanganan erupsi Gunung Agung dalam rangka kepentingan yang lebih besar. Status Gunung Agung tetap Awas,” kata dia.
Pernyataan status tanggap darurat dari kepala daerah yang daerahnya sedang dilanda bencana sesungguhnya hanyalah syarat administrasi saja. Status tanggap darurat diperlukan agar ada kemudahan akses, baik pengerahan sumber daya manusia, logistik, pendanaan dan lainnya dalam penanganan bencana.
Baca Juga: Transaksi Uang Asing di Bali Tinggi Meski Erupsi Gunung Agung
Dengan adanya status tanggap darurat tersebut maka dimungkinkan BNPB memberikan dana siap pakai, Kementerian Sosial dapat mengeluarkan bantuan beras di gudang, Pemda dapat menggunakan Belanja Tak Terduga (BTT) yang ada di APBD.
Namun istilah status tanggap darurat ini seringkali dimaknai kondisi yang bahaya, genting atau seperti halnya darurat sipil atau darurat militer dari wilayah tersebut. Seolah menakutkan, padahal hanya masalah administrasi saja. Untuk itulah saat ini sedang disiapkan Peraturan Presiden yang mengatur kemudahan akses dalam administrasi, bantuan logistik dan keuangan guna terus membantu penanganan pengungsi dan dampak yang ditimbulkan erupsi Gunung Agung.
“Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang. Jangan terpancing pada informasi yang meresahkan. Namanya gunungapi, apalagi gunungapi berstatus Awas, pasti masih sering mengalami erupsi. Erupsi tidak membahayakan selama berada di luar radius yang telah ditetapkan PVMBG,” kata Sutopo.