Suara.com - Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof. Jimly Asshiddiqie menilai, upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah bersama penegak hukum masih terfokus di hilir atau dalam artian masih berkutat soal penegakan hukum dan belum menyentuh hulu.
"Selama ini yang dibahas selalu di hilir saja. Padahal penjara sudah penuh terutama di kota-kota besar," katanya di Kota Solok, Sumatera Barat, Sabtu (23/12/2017).
Ia menyampaikan hal itu saat tampil sebagai pembicara pada seminar nasional dengan tema Korupsi Masalah dan Solusi Untuk Indonesia Bersih bersama akademisi Universitas Andalas Padang, Dr Asrinaldi.
Menurutnya, jika ada orang yang masuk penjara karena melakukan korupsi, yang taubat setelah keluar penjara hanya 30 persen selebihnya malah dendam.
Baca Juga: Tio Pakusadewo Empat Kali Beli Sabu dari Perempuan Berinisial V
"Sementara urusan hulu belum tersentuh, seperti bagaimana mencegah orang melakukan korupsi," tambahnya.
Secara sederhana korupsi adalah penyalahgunaan posisi dengan cara menyimpang untuk mengambil yang bukan hak.
"Benang merahnya ambil sebatas hak dan kewajiban jangan sampai kurang," ujarnya.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini memberi contoh, kalau seorang pegawai tidak boleh mengambil gaji lebih dari hak, tetapi tidak boleh pulang lebih cepat dari jadwal karena itu adalah kewajiban.
Kemudian seseorang harus bisa membedakan mana yang urusan pribadi dan mana yang urusan kantor.
Baca Juga: Soal Rehabilitasi Tio Pakusadewo, Polda Tunggu Rekomendasi BNN
"Jangan sampai menggunakan kedudukan untuk urusan pribadi," lanjutnya.
Ia juga mengingatkan tidak boleh ada permufakatan dalam melakukan korupsi dan untuk mencegah perlu ditanamkan budaya integritas.
Sementara itu, Asrinaldi menilai, salah satu pemicu korupsi adalah adanya budaya patron klien antara penguasa dengan rakyat.
"Hal ini memberi ruang bagi elit untuk melakukan korupsi setelah berkuasa," katanya. [Antara]