Suara.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, Sjahruddin Rasul, sempat berencana mundur dari Pimpinan KPK karena tidak ada kasus yang ditangani.
Sjahruddin yang merupakan satu dari lima pimpinan KPK jilid I telah meninggal dunia pada, Sabtu (23/12/2017) sekitar pukul 05.00 WIB, di Rumah Sakit Islam.
"Saya ketemu Pak Tumpak Hatorangan Panggabean. Beliau bisikan (ke saya) bahwa almarhum pernah berkata, 'Seandainya dalam enam bulan nggak ada kasus yang dimulai jadi kasus KPK, saya (Sjahruddin) mau mengundurkan diri saja'," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat pemakaman jenazah Sjahruddin di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (23/12/2017).
Syarief mengenang almarhum sebagai sosok yang sangat sederhana. Dia menceritakan, Sjahruddin lebih memilih menggunakan taksi saat menghadiri sebuah acara daripada dijemput panitia.
Baca Juga: Mantan Komisioner KPK Dimakamkan Secara Militer di TMP Kalibata
Padahal, lanjut Syarif, saat itu Sjahruddin menjabat sebagai komisoner KPK.
"Akibat kesederhanaan beliau, pernah pergi beri ceramah, beliau menolak dijemput panitia. Dia naik taksi, sampai universitas, karena sederhana ditolak satpam. Setelah jelas dia narasumber dan komisioner (KPK) baru boleh masuk," ujar Syarif.
Syarif juga menuturkan, Sjahruddin juga sempat menolak gaji sebagai wakil ketua KPK di tahun-tahun pertama lembaga antirasuah itu berdiri.
Sikap Syahruddin ini, kata Syarif, menjadi tauladan bagi pimpinan KPK saat ini.
"Ini bisa jadi tauladan bangsa. Beliau berhak dimakamkan di tempat ini (TMP Kalibata)," tuturnya.
Baca Juga: Tio Pakusadewo Empat Kali Beli Sabu dari Perempuan Berinisial V
Sjahruddin Rasul dimakamkan dengan upacara militer di TMP Kalibata. Jenazah lelaki yang meninggal pada usia 74 tahun tersebut tiba pukul 15.00 WIB di tempat peristirahatan terakhirnya.
Sjahruddin mendapat gelar Bintang Maha Putra Utama. Sjahruddin merupakan satu dari lima pimpinan KPK periode awal.
Dia memimpin lembaga antirasuah itu di bawah kepemimpinan Taufiequrrachman Ruki, bersama dengan tiga wakil lainnya, yaitu Erry Riyana Hardjapamekas, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Amien Sunaryadi.
Sebelum di KPK, ia menjabat deputi pengawasan bidang penyelenggaraan akuntabilitas BPKP.
Pria kelahiran Padang, 17 Agustus 1943 ini mengawali karier sebagai auditor pada Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (1967-1972).
Kemudian pada 1972-1976 menjabat kepala perwakilan pengawas anggaran negara di Manado, dan pada 1976-1983 menjabat kepala sub direktorat pengawasan pendapatan dan kas negara.