Suara.com - Ketika segelintir kelompok kekinian masih meributkan boleh tidaknya umat Muslim mengucapkan selamat Natal, berdebat soal busana ala sinterklas, hingga ancam mengancam boikot muapun sweeping, ada Riyanto yang sudah berkorban nyawa demi kemanusiaan antarumat beragama.
Riyanto sudah bersiap meninggalkan rumah untuk menjalankan tugas dari sang komandan. Ia lantas pamit kepada sang ayah, Sukarmin, Namun, siapa sangka, ia yang berpamit tak lagi pernah bisa pulang.
Senin tanggal 24 Desember pada 17 tahun silam itu masih sore. Namun, Riyanto yang kala itu masih berusia 25 tahun sudah berpamitan kepada ayahnya untuk pergi bertugas.
Baca Juga: 2018, Bertaburan Mobil Cina Baru dengan Banyak Fitur dan Murah
Oleh Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU), Riyanto diperintahkan menjaga Gereja Jemaat Pantekosta Indonesia (GSJPDI) Eben Haezer, Jalan Kartini Nomor 4, Kota Mojokerto, Jawa Timur.
Riyanto menjaga umat Kristen yang mengadakan misa malam Natal 2000 di gereja tersebut, bersama dengan tiga rekannya.
Awalnya, Riyanto dkk bertugas seperti biasa. Berpatroli keliling gereja.
Namun, situasi berubah pada pukul 20.30 WIB. Persisnya ketika seorang jemaat menemukan dua barang mencurigakan di dua lokasi berbeda dalam lingkungan gereja.
"Ada bungkusan tas plastik di bawah telepon umum depan gereja. Satu barang lainnya adalah tas berisi kado. Kami temukan di bawah bangku gereja," tutur Rudi Sanusi Wijaya, pendeta Gereja Eben Haezer, saat mengenang peristiwa itu pada 26 Desember 2016.
Baca Juga: Studi: Orang Menikah Lebih Bahagia Dibandingkan Lajang
Pengurus gereja khawatir sekaligus panik. Mereka mengkhawatirkan dua benda mencurigakan itu berisi bom. Kekhawatiran mereka beralasan, "Karena bungkusan plastik di bawah telepon umum itu berisi rangkaian kabel," kata Rudi.