Suara.com - KPK mengakui heran terhadap sikap tim kuasa hukum Ketua nonaktif DPR sekaligus terdakwa kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto, dalam persidangan kedua perkara itu di Pengadilan Tipikor Jakarta, yang digelar pada Rabu (20/12).
Sebabnya, tim penasihat hukum Setnov yang dipimpin Maqdir Ismail dalam persidangan itu, terus membandingkan surat dakwaan Novanto dengan surat dakwaan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Ketiga orang itu juga terlibat dalam kasus serupa.
"Jadi aneh dan janggal saya kira kalau dakwaan terhadap Setya Novanto tetapi mempersoalkan dakwaan pihak lain," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, saat dikonfirmasi, Kamis (21/12/2017).
Baca Juga: Tegang, Korsel Tembaki 44 Kapal Nelayan Tiongkok
Febri mengatakan, persidangan itu khusus untuk Setnov. Karenanya, yang harus dibuktikan adalah, benar atau tidaknya mantan Ketua Umum Partai Golkar itu terlibat korupsi KTP-el.
"Ini persidangan untuk Novanto, maka yang dibuktikan (perbuatan) Novanto. Inti fokusnya pada pembuktian perbuatan dan kesalahan Novantonanti di persidangan," katanya.
Febri menjelaskan, tak semua nama anggota DPR periode 2009-2014 yang diduga terlibat kasus itu dimaktubkan dalam surat dakwaan terhadap Setnov.
Ia menegaskan, hal itu hanya strategi KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut, yakni melalui cara mengelompokkan orang-orang yang diduga terlibat.
"Misalnya dikelompokkan menjadi sejumlah orang dalam panitia pengadaan. Sejumlah anggota DPR yang diperkaya USD12,8 juta dan juga lebih dari Rp40 miliar," tuturnya.
Baca Juga: Arab Saudi Mengakui Tak Bisa Jadi Mediator Israel-Palestina
Menurut Febri, yang paling penting dalam kasus korupsi e-KTP ini adalah majelis hakim yang menangani perkara Irman dan Sugiharto—dua terdakwa pertama kasus ini—sudah mengakui adanya kerugian negara Rp2,3 triliun, serta sejumlah pihak yang diperkaya.