Pengacara Setya Novanto tidak hanya menyampaikan nota keberatan atas dakwaan jaksa KPK, melainkan juga memasukkan putusan gugatan praperadilan pertama (yang memenangkan Novanto) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Dalam pertimbangannya, hakim secara jelas dan nyata menyatakan bahwa penetapan terdakwa Setya Novanto sebagai tersangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, oleh sebab tidak sah dan berdasarkan atas hukum," kata Maqdir saat membacakan eksepsi di gedung pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).
Maqdir juga menyampaikan dasar hukum hakim tunggal Cepi Iskandar ketika mengabulkan sebagian praperadilan Novanto.
"Menimbang, bahwa dalam perkara a quo, termohon (KPK) menetapkan tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 dan termohon mengeluarkan Sprindik No.Sprin.Dik-56/01/07/2017 ditanggal yang sama, yang menjadi pertanyaan adalah kapan termohon mendapatkan dua alat bukti yang cukup dan memeriksa calon tersangka untuk memenuhi ketentuan ditetapkannya pemohon sebagai tersangka," katanya.
Maqdir mengatakan hakim tunggal Cepi Iskandar menyebutkan penetapan status tersangka kepada Novanto cacat hukum dan tidak didasarkan kepada prosedur dan tata cara ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan SOP KPK.
"Dengan adanya putusan praperadilan tersebut, KPK sebagai lembaga penegak hukum, seharusnya melaksanakan hukum secara baik dan benar dengan cara menghentikan penyidikan dan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara terdakwa seketika sejak putusan praperadilan dibacakan di persidangan pada tanggal tanggal 29 September 2017," kata Maqdir.
Maqdir mengatakan setelah Novanto bebas dari status hukum, KPK kembali menjadikan dia tersangka.
Novanto kembali mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan -- belakangan digugurkan.
"Terhadap permohonan praperadilan tersebut telah digugurkan dalam persidangan tanggal 14 Desember 2017 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan Putusan Nomor 133/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Sel," kata Maqdir.
"Dalam pertimbangannya, hakim secara jelas dan nyata menyatakan bahwa penetapan terdakwa Setya Novanto sebagai tersangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, oleh sebab tidak sah dan berdasarkan atas hukum," kata Maqdir saat membacakan eksepsi di gedung pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).
Maqdir juga menyampaikan dasar hukum hakim tunggal Cepi Iskandar ketika mengabulkan sebagian praperadilan Novanto.
"Menimbang, bahwa dalam perkara a quo, termohon (KPK) menetapkan tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 dan termohon mengeluarkan Sprindik No.Sprin.Dik-56/01/07/2017 ditanggal yang sama, yang menjadi pertanyaan adalah kapan termohon mendapatkan dua alat bukti yang cukup dan memeriksa calon tersangka untuk memenuhi ketentuan ditetapkannya pemohon sebagai tersangka," katanya.
Maqdir mengatakan hakim tunggal Cepi Iskandar menyebutkan penetapan status tersangka kepada Novanto cacat hukum dan tidak didasarkan kepada prosedur dan tata cara ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan SOP KPK.
"Dengan adanya putusan praperadilan tersebut, KPK sebagai lembaga penegak hukum, seharusnya melaksanakan hukum secara baik dan benar dengan cara menghentikan penyidikan dan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara terdakwa seketika sejak putusan praperadilan dibacakan di persidangan pada tanggal tanggal 29 September 2017," kata Maqdir.
Maqdir mengatakan setelah Novanto bebas dari status hukum, KPK kembali menjadikan dia tersangka.
Novanto kembali mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan -- belakangan digugurkan.
"Terhadap permohonan praperadilan tersebut telah digugurkan dalam persidangan tanggal 14 Desember 2017 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan Putusan Nomor 133/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Sel," kata Maqdir.