Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail, heran dengan dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebut Novanto menerima uang 7,3 juta dollar AS atau Rp94,9 miliar (kurs ketika itu) dari proyek e-KTP.
Nilai uang itu tidak disebut dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Kalau Novanto dianggap menerima uang 7,3 juta dollar AS, seharusnya kerugian negara bertambah (Rp2,3 triliun tambah 7,3 juta dollar AS). Tapi, dalam dakwaan terhadap Novanto kerugian negara tetap Rp2,3 triliun.
"Akan tetapi kerugian keuangan negara yang dinyatakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) tersebut tidak memperhitungkan penerimaan uang 7,3 juta dollar AS atau setara Rp94, 9 miliar (kurs Rp13.000)," kata Maqdir dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di gedung pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).
"Seharusnya, jika 7,3 juta dollar AS itu benar, nilai kerugian negara ikut bertambah, tetapi ini tidak. Nilainya sama dengan penghitungan tahun sebelumnya," Maqdir menambahkan.
Dalam nota eksepsi, kata Maqdir, Novanto tidak pernah disebut menerima 7,3 juta dollar AS dan jam tangan senilai 135.000 dollar AS dalam dakwaan untuk terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam surat dakwaan untuk tiga terdakwa itu nilai kerugian negara disebut Rp2,3 triliun.
Maqdir mengatakan dalam perkara Novanto, KPK sebenarnya telah meminta penghitungan ulang kerugian negara kepada BPKP pada 2 November 2017. Namun, surat jawaban BPKP tetap mencantumkan kerugian negara yang sama, yakni Rp2,3 triliun.Padahal, jika penerimaan uang itu benar, ada tambahan senilai Rp94,9 miliar pada kerugian negara.
"Hal ini menyimpulkan KPK tidak cermat dalam unsur kerugian negara. Adanya perbedaan membuktikan jumlah kerugian negara menjadi tidak pasti," kata Maqdir.
Nilai uang itu tidak disebut dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Kalau Novanto dianggap menerima uang 7,3 juta dollar AS, seharusnya kerugian negara bertambah (Rp2,3 triliun tambah 7,3 juta dollar AS). Tapi, dalam dakwaan terhadap Novanto kerugian negara tetap Rp2,3 triliun.
"Akan tetapi kerugian keuangan negara yang dinyatakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) tersebut tidak memperhitungkan penerimaan uang 7,3 juta dollar AS atau setara Rp94, 9 miliar (kurs Rp13.000)," kata Maqdir dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di gedung pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).
"Seharusnya, jika 7,3 juta dollar AS itu benar, nilai kerugian negara ikut bertambah, tetapi ini tidak. Nilainya sama dengan penghitungan tahun sebelumnya," Maqdir menambahkan.
Dalam nota eksepsi, kata Maqdir, Novanto tidak pernah disebut menerima 7,3 juta dollar AS dan jam tangan senilai 135.000 dollar AS dalam dakwaan untuk terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam surat dakwaan untuk tiga terdakwa itu nilai kerugian negara disebut Rp2,3 triliun.
Maqdir mengatakan dalam perkara Novanto, KPK sebenarnya telah meminta penghitungan ulang kerugian negara kepada BPKP pada 2 November 2017. Namun, surat jawaban BPKP tetap mencantumkan kerugian negara yang sama, yakni Rp2,3 triliun.Padahal, jika penerimaan uang itu benar, ada tambahan senilai Rp94,9 miliar pada kerugian negara.
"Hal ini menyimpulkan KPK tidak cermat dalam unsur kerugian negara. Adanya perbedaan membuktikan jumlah kerugian negara menjadi tidak pasti," kata Maqdir.