Suara.com - Sebelum merintis jalan sebagai politikus dan menjadi Presiden RI, Joko Widodo dikenal sebagai pengusaha mebel.
Melalui akun resmi dirinya di Facebook, Senin (18/12/2017), Jokowi mengakui sudah 27 tahun menggeluti dunia bisnis furnitur.
Nah, dalam tulisan "curhat" tentang dirinya dan kedua anaknya yang tak meneruskan usaha mebelnya itu, terdapat pula foto Jokowi masih muda.
Baca Juga: Menag Minta Umat Hargai Beda Pendapat Soal Ucapan Natal
Dalam foto yang diunggah itu, Jokowi tampak masih muda sedang duduk di ruang kerja pekerja mebelnya. Sementara di hadapnnya ada sejumlah orang karyawan.
Foto Jokowi masih muda di ruang kerja tukang mebel itu viral di media-media sosial. Sebab, nyaris tak belum ada foto Jokowi semasa muda, persisnya saat menjadi pebisnis mebel, yang selama ini berseliweran di media sosial.
Hingga berita ini diunggah, Rabu (20/12/2017), foto Jokowi itu sudah 21.385 kali disebar ulang warganet.
Sementara "curhatan" Jokowi yang menyertai foto tersebut adalah sebagai berikut:
Saya sudah 27 tahun jadi pengusaha meubel. Usaha saya sampai sekarang masih berjalan. Perusahaan saya mengekspor meubel ke Eropa, Amerika, lalu sekarang banyak juga ke Korea dan Jepang. Jadi saya tahu betul seluk-beluk berusaha.
Baca Juga: Menag: Hargai Keragaman Pendapat Soal Ucapan Natal
Seperti yang saya ceritakan dalam acara Entrepreneurs Wanted! di Bandung siang tadi, saya tahu betul bagaimana susahnya cari modal usaha di awal-awal, kemudian keliling-keliling mencari pembeli, mengurus perizinan yang rumit, mengisi SPT pajak, mengurus karyawan, pegawai, dan mengurusi alat-alat produksi.
Tapi, terus terang, saya sedih tiga anak saya tak satu pun yang mau meneruskan usaha saya. Kurang apa? Pabriknya ada, alat-alat produksinya ada, karyawannya ada.
Yang bikin “shock”, waktu anak sulung saya Gibran datang: “Pak, saya mau jualan martabak”. Dalam hati saya, “Waduh, jualan martabak."
Tapi kemudian apa yang terjadi? Saya terkejut, hanya dalam rentang waktu lima tahun saja "brand value" pabrik kayu yang saya bangun ternyata sudah kalah jauh dari "brand value" martabak milik Gibran. Merek usaha martabak Gibran nilainya lima kali lipat dari merek pabrik kayu saya.
Rupanya ini yang membedakan antara generasi tua dengan generasi muda saat ini. Generasi dahulu seperti saya lebih bangga jika memiliki aset besar, karyawan banyak, dan ekspor besar. Saat ini ada hal yang lebih besar nilainya yakni "brand value".
Itulah sebabnya saya tidak kaget lagi ketika tiga bulan lalu, anak bungsu saya Kaesang, juga datang dan menyampaikan: “Pak, saya mau jualan pisang goreng." Ya sudah.