Suara.com - Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan survei Indeks Persepsi Publik Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (IPP APU-PPT) 2017. Hasilnya yang paling banyak melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) adalah dari kalangan pejabat legislatif atau DPR/DPRD.
"Pemahaman publik terhadap pelaku utama TPPU adalah pejabat legislatif (7.57), pejabat eksekutif (7.42), pejabat yudikatif (7.21), pengurus/anggota parpol (6.20) dan pengusaha/wiraswasta (5.68)," kata Ali Said, anggota tim ahli survei analisis IPP APPUPT di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Pemahaman publik terhadap TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) tahun ini meningkat dibanding 2016 lalu. Masyarakat menilai penanganan dalam kasus TPPU lebih banyak daripada TPPT.
Tahun ini, angka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang naik dari 5.52 menjadi 5.57. Sedangkan pencegahan dan pemberantasan TPPT naik 0,10 dari 5.21 menjadi 5.31.
Baca Juga: KPK Berusaha Jerat Setya Novanto dengan Pidana Pencucian Uang
"Dari sisi lain, indeks persepsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme naik signifikan dari 4.89 menjadi 5.06," ujar dia.
Sementara itu nilai indeks persepsi publik mengenai TPPU dari angka 5.57 lebih tinggi dibanding nilai indeks persepsi publik terhadap TPPT 5.06. Hal ini menunjukkan, pemahaman masyarakat terhadap karakteristik, regulasi, resiko TPPU dan TPPT sekarang ini sudah cukup baik.
Di sisi lain, survei ini juga menemukan pandangan publik atas kecilnya kerja pemberantasan TPPU. Ada tiga faktor yang menyebabkan pandangan publik itu, pertama belum efektifnya upaya penegakan hukum (7.42), kedua minimnya teladan yang baik dari para pejabat dan politisi (7.41), dan terakhir belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang (7.18).
"Dalam hasil survei tersebut ditemukan juga tiga karakteristik perbuatan TPPU, yakni membeli aset properti (7.04), disimpan di tempat tersembunyi (6.93), dan membeli kendaraan bermotor (6.93)," kata dia.
Penyusunan survei. Ini dilakukan berdasar data hasil survei rumah tangga. Pemilihan sampel survei menggunakan kerangka probabilistic samping dengan pendekatan complex random sampling. Survei ini dilakukan di 34 Provinsi dengan jumlah responden 11.040 yang tersebar di 1.104 desa/kelurahan.
Baca Juga: Abraham Samad Usul KPK Tuduh Setnov Lakukan Pencucian Uang
Pada satu desa/kelurahan lokus survei dipilih secara acak dan proporsional sebanyak 10 responden dengan profil/profesinya bersifat unik (tidak terduplikasi).