Suara.com - Musala Al Hikmah, Desa Cilangkap RT 03 RW 05, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ambruk akibat pergerakan tanah.
"Bangunan musala itu ambruk hingga rata dengan tanah pada hari Selasa (19/12), pukul 06.00 WIB, akibat pergerakan tanah dan hujan yang turun terus-menerus di Kecamatan Gumelar," kata Koordinator Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas Kusworo, Selasa (19/12/2017).
Ia mengatakan, personel Bintara Pembina Desa (Babinsa) Koramil Gumelar bersama masyarakat setempat bekerja bakti untuk menyingkirkan puing-puing bangunan musala yang roboh.
Disinggung mengenai bencana longsor dan pergerakan tanah di sejumlah wilayah Gumelar yang terjadi pada Minggu (17/12) sore, Kusworo mengatakan pendataan kerusakan rumah warga hingga saat ini masih berlangsung.
"Data sementara hingga hari Selasa (19/12), pukul 09.11 WIB, tercatat sebanyak tiga rumah roboh hingga rata dengan tanah, delapan rumah rusak sedang, 17 rumah rusak ringan, serta kerusakan fasilitas umum berupa jalan dan lahan pertanian di tiga titik dengan total taksiran kerugian mencapai Rp267.700.000. Selain itu, puluhan rumah di Kecamatan Gumelar juga dilaporkan terancam longsor dan pergerakan tanah," jelasnya.
Ia menuturkan, Selasa hari ini pihaknya juga menerima laporan kejadian pergerakan tanah di Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, yang menyebabkan keretakan pada dinding dan lantai sejumlah rumah warga.
Menurut dia, pihaknya akan segera mengecek lokasi pergerakan tanah di Desa Cibangkong dan mendata jumlah rumah yang terdampak.
Sebelumnya, Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Cilacap Teguh Wardoyo memprakirakan wilayah Jateng bagian tengah memasuki puncak musim hujan pada bulan Desember dengan prakiraan curah hujan selama satu bulan berkisar 401-500 milimeter atau lebih.
"Berdasarkan peta prakiraan curah hujan yang dikeluarkan Stasiun Klimatologi Kelas I BMKG Semarang, curah hujan pada bulan Desember di wilayah Jateng bagian tengah diprakirakan lebih dari 500 milimeter sehingga tergolong sangat tinggi," tuturnya.
Ia menjelaskan, wilayah Jateng bagian tengah yang curah hujannya diprakirakan lebih dari 500 milimeter di antaranya sebagian besar Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga bagian utara-timur, Wonosobo bagian barat-selatan, Purworejo bagian utara, Magelang bagian barat, Batang bagian barat-selatan, Pekalongan bagian tengah-selatan, dan Pemalang bagian timur-selatan.
Selain di wilayah Jateng bagian tengah, curah hujan lebih dari 500 milimeter diprakirakan juga berpotensi di Kabupaten Cilacap bagian timur yang berada di pesisir selatan.
Sementara curah hujan bulan Desember di Kabupaten Banyumas, Cilacap bagian barat-utara, Purbalingga bagian selatan, Kebumen bagian barat dan timur, sebagian wilayah barat Purworejo, Brebes bagian selatan, Tegal bagian selatan, Pemalang bagian barat, Wonosobo bagian timur, serta Temanggung diprakirakan berkisar 401-500 milimeter.
Selain itu, BMKG juga mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem di wilayah Jateng pada tanggal 18-20 Desember 2017 akibat pengaruh "tropical storm" Kai-Tak di perairan timur Filipina dengan kecepatan angin maksimum 35 knots dan sirkulasi siklonik di perairan selatan Jawa Timur.
Kondisi tersebut mengakibatkan area belokan angin dan pertemuan angin (konvergensi) di wilayah Jateng yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan awan hujan.
Aliran masa udara basah dari barat menyebabkan kondisi udara di sekitar Jateng menjadi sangat tidak stabil (labil).
Interaksi kedua fenomena tersebut dengan kondisi cuaca lokal mengakibatkan beberapa potensi cuaca ekstrem di sekitar wilayah Jateng, antara lain potensi hujan sedang hingga lebat di wilayah Sragen, Purwodadi, Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, Blora, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung, Purbalingga, Purwokerto, Purworejo, Majenang, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Mungkid.
Selain itu, potensi gelombang tinggi di perairan Laut Jawa bagian tengah.
Terkait dengan prakiraan curah hujan dan peringatan dini cuaca ekstrem tersebut, Teguh mengimbau masyarakat yang bermukim di daerah rawan banjir dan longsor untuk waspada terhadap kemungkinan terjadinya bencana itu saat turun hujan dengan intensitas tinggi.