730 Bocah Rohingya Dibunuh Militer Myanmar

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 19 Desember 2017 | 08:24 WIB
730 Bocah Rohingya Dibunuh Militer Myanmar
Talisma Bezum (8) bayi Rohingya yang terluka bakar di batok kepala karena dilempar granat oleh militer Myanmar. [Mirror]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Survei organisasi kemanusiaan global “Dokter Lintas Batas” (MSF) menunjukkan sedikitnya 9.000 Rohingya dibunuh di Rakhine, Myanmar, sejak 25 Agustus hingga 24 September.

Laporan survei itu dibuat melalui pendataan langsung di kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh. Menurut laporan tersebut, 71,7 persen atau 6.700 jiwa tewas karena aksi kekerasan. Sementara 730 di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah lima tahun.

Disebutkan pula lebih dari 647.000 Rohingya telah mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus.

Mereka melarikan diri dari operasi militer yang menewaskan pria, wanita, dan anak-anak, menjarah rumah, dan membakar desa-desa mereka.

Baca Juga: Sadar Diri, Dzumafo Siap Jadi Pelapis Laskar Wong Kito

"Kami telah menemui dan berbicara dengan para penyintas yang saat ini mengungsi di kamp-kamp yang penuh sesak dan kotor di Bangladesh. Apa yang kami temukan di sana sangat mengejutkan," jelas MSF seperti dilansir Anadolu Agency.

Direktur MSF Dr Sidney Wong mengatakan, jumlah angka kematian terbesar ditemukan bersamaan dengan "operasi pembersihan" oleh pasukan keamanan Myanmar.

"Kasus penembakan menjadi penyebab kematian terbesar, yakni 69 persen, diikuti dengan pembakaran hidup-hidup sebanyak 9 persen, dan pemukulan sampai mati, yaitu 5 persen," jelas Wong.

"Lebih dari 59 persen balita tewas ditembak, 15 persen dibakar, 7 persen dipukuli, dan 2 persen tewas karena ledakan ranjau," tambah dia.

Menurut Wong, proses penandatangan kesepakatan pemulangan pengungsi antara pemerintah Myanmar dan Bangladesh masih prematur.

Baca Juga: KPAI: Ada 3849 Pengaduan Kasus Anak pada Tahun 2017

Wong menegaskan, orang-orang Rohingya seharusnya tidak dipaksa untuk pulang dan keamanan dan hak-hak mereka harus dijamin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI