Suara.com - Indonesia Development Monitoring (IDM) mencurigai ada ketidakberesan dalam proses tender proyek jalan Oxibil-Towe Hitam di Propinsi Papua tahun 2017. IDM mencurigai penetapan pemenang lelang yang diraih PT Wijaya Karya Tbk yang menetapkan harga lebih tinggi, bila dibandingkan dengan PT Graha Prasarana Sentosa.
IDM meminta KPK dan Kejaksaan untuk mengawasi proses tender proyek tersebut. Dalam proses lelang ini, PT GPS menawarkan Rp104 miliar sedangkan Wijaya Karya menawarkan Rp108,5 miliar. Dimana nilai proyek tersebut dengan pagu angggran sebesar Rp129,9 miliar.
"KPK dan Kejaksaan harus lebih fokus mengawasi tender-tender proyek pembangunan yang dilakukan kementerian PUPR sebab banyak yang tidak beres dalam proses tendernya," kata Direkstur Eksekutif IDM Fahmi Hafel, Senin (18/12/2017) malam.
Menurutnya, akibat ketidakberesan dalam proses tender tersebut menyebabkan biaya proyek menjadi lebih mahal dari yang diperkirakan. Fahmi menilai hal ini sangat aneh karena PT Wijaya Karya Tbk yang adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara, malah menawarkan harga lebih tinggi dari perusahaan swasta, PT GPS.
Baca Juga: Desember 2017, Proyek Jalan Tol Bocimi akan Rampung ke Caringin
"Dimana PT Graha Prasarana Sentosa dengan nomor urut satu sebagai penawar dalam tender tersebut dengan harga proyek Rp104 miliar, sedangkan Wijaya Karya Rp108,5 miliar," katanya.
Fahmi mencurigai ketidakberesan tersebut dilakukan oleh oknum di kementerian PUPR. Dia mencurigai ada yang bermain dalam proses tender jalan tersebut.
"Perbedaan Rp4,5 miliar tentu bukan nilai yang sedikit, dan jika model tender proyek infrastruktur di kementerian PUPR seperti ini maka wajar saja kalau ada pembengkakan dalam setiap proyek pembangunan di era Joko Widodo," katanya.
Karena itu, Fahmi meminta Menteri PUPR Basuki Muldjono mencopot Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional 18. Dia menilai, ada ketidakdisiplinan dalam melakukan efisiensi pengunaan dana proyek infrastruktur yang dibiayai oleh APBN.
"Inilah, akhirnya yang menyebabkan proyek proyek infrastruktur pemerintahan Joko Widodo banyak yang bocor, akibat tidak efisien dan banyak praktik pencaloan dalam proses tendernya," tukasnya.
Baca Juga: Konstruksi Proyek Jalan Tol Batang - Semarang Telah 55,7 Persen