Suara.com - Sriyani asik mengayunkan pisau di tangan kanan. Bambu di tangannya disayat hingga halus. Bambu itu sebelumnya sudah dipotong dengan ukuran seragam 32 cm.
Ibu rumah tangga yang berusia 40 tahun itu adalah pengrajin dupa di Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dia bersama beberapa pengrajin lainnya tengah asik membuat biting dupa. Di sana terdapat satu mesin pembuat biting dupa dan alat penghalus biting.
Proses pembuatan dupa dilakukan dengan cara manual dan dilakukan lewat industri rumahan.
Berjalan sekitar 1 km dari rumah Sriyani, proses pencampuran serbuk dupa dilakukan. Dari rumah yang terbuat dari bambu-bambu itu terdapat satu mesin pencampur bahan produksi dupa dan seikat dupa yang sudah siap dikirim.
Suara.com berkesempatan melihat proses pembuatan dupa itu. Dimulai dari bambu betung yang sudah siap dipanen itu ditebang. Biasanya, kelompok tani Andini melibatkan warga lain untuk menebang.
Permintaan dupa pada kelompok tani Andini bermacam-macam ukuran. Mulai dari yang terkecil, 22 sentimeter sampai dengan 42 sentimeter.
Setelah bambu betung dipotong sesuai ukuran, proses selanjutnya adalah menghaluskan biting dupa. Setelah halus, proses berikutnya mencampurkan lidi dupa ke serbuk yang sudah ditentukan.
"Proses jemurnya butuh waktu 8 jam. Kalau musim hujan bisa 2-3 hari, itu kendala kami. Setelah itu siap dijual menjadi lidi dupanya," kata Nain, bendahara kelompok tani Andini.
Dupa yang diproduksi kelompok tani Andini tidak langsung dikirim ke luar negeri, melainkan harus melalui proses packing di Bali.
Kelompokok tani Andini hanya terdiri dari 25 orang. Tiap satu orang anggota berpenghasilan sekitar Rp10 juta perbulan atau 20 persen dari omzet.
Untuk mengurangi kepunahan bambu betung di Desa Dalisodo, kelompok tersebut mendatangkan bambu dan biting dari berbagai daerah. Di antaranya dari dekat Gunung Kawi, Trenggalek, dan Ponorogo.
Dalam satu hari, petani membutuhkan 300 batang bambu betung. Tidak hanya kaum Adam yang tergabung dalam kelompok ini, perempuan juga dilibatkan dalam proses produksi dupa, di antaranya mencacah bambu.
Kelompok tani dupa Andini memproduksi 21 ton dupa dalam sepekan. Salah satu perlengkapan berdoa yang digunakan umat Hindu dan Konghucu itu dikirim ke sejumlah negara di Asia, di antaranya Cina, Jepang, Hongkong, dan India.
Mereka mendapatkan bantuan dari program Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Malang tahun 2014. Pada tahun 2016, mereka mendapat bantuan mesin pencetak dupa. Peran Pertamina tersebut, kata dia, dapat meningkatkan hasil produksi dupa warga.
"Tahun 2014, pertama kami dibantu mesin penghalus biting. Tahun berikutnya (2015) dibantu dua unit mesin pengaduk bahan dupa oleh Pertamina," ujar Nain.
Untuk memenuhi target pengiriman 21 ton saban pekan, kelompok tani Andini harus mengumpulkan bahan pembuatan dupa dari beberapa pengrajin rumahan. Dalam satu minggu pengiriman dilakukan sebanyak tiga kali, dengan sekali pengiriman 7 ton.
Pengiriman 21 ton setara dengan Rp315 juta, tapi belum termasuk ongkos produksi. Seperti di antaranya pembelian bahan baku dan biaya transportasi.
"Sekali pengiriman (7 ton) Rp105 juta itu kotor. Dikurangi ongkos truk dan sebaginya. Rp315 juta kalau pengiriman 21 ton," katanya.
Pertamina Malang, Jawa Timur, tetap akan memberikan CSR ke kelompok petani Andini tahun depan. Operation Head TBBM Malang, Dani Rusmayadi, menargetkan kelompok tani di Desa Dalisodo itu dapat mengekspor sendiri hasil produksinya ke sejumlah negara tahun 2018. Sehingga tidak harus dikirim ke pembeli di Bali.
"Jadi ini pemberdayaan masyarakat. Kami mendorong masyarakat ini penghasilannya lebih. Insya Allah untuk tahun depan kita dorong untuk masyarakat di sini bisa mengekspor produksi mereka sendiri," kata Dani.
"Selama ini mereka belum ekspor sendiri. Selama ini mereka hanya setor ke distributor (dupa) di Bali," Dani menambahkan.
Sebelum memberikan CSR ke kelompok petani dupa Andini, Pertamina lebih dulu berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan, Kabupaten Malang. Setelah mendapat rekomendasi, kelompok Andini diniali yang paling semangat dalam memproduksi dupa.
"Karena (kelompok) yang lain belum berkembang. Yang punya semangt kelompok tani ini, pertama mereka (dikelola) sama dinas kehutanan. Setelah koordinasi dan mau, kami push mereka selama empat tahun ini," kata dia.