Imam Masjid Al Aqsa: Yerusalem Selamanya Milik Palestina

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 16 Desember 2017 | 13:28 WIB
Imam Masjid Al Aqsa: Yerusalem Selamanya Milik Palestina
Masjid Al Aqsa. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Imam Masjid al-Aqsa Sheikh Ismail Nawahda mengutuk deklarasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dalam khotbah salat Jumat (15/12/2017), Sheikh Ismail menegaskan deklarasi itu telah mengabaikan keberadaan warga Palestina.

"100 tahun lalu, deklarasi Balfour menjanjikan tanah Palestina kepada mereka yang tidak berhak, para Zionis. Lantas terjadi penjajahan di Yerusalem, dan AS tanpa peduli pada hak-hak warga Palestina dan Muslim  mengatakan kota suci ini menjadi ibu kota Israel. " ujar Sheikh Ismail seperti dilansir Anadolu Agency, Sabtu (16/12).

Karenanya ia mengatakan, Yerusalem akan terus milik warga Arab dan umat Islam, ungkap Sheikh Nawahda.

Baca Juga: KPK Dikritik Jangan Cuma Menguliti Partai Golkar Soal e-KTP

"Kami berharap reaksi terhadap keputusan AS dan sikap dunia Islam akan menuai hasil," tegasnya.

Sementara Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam Gedung Putih, menyusul komentar yang mengatakan Abbas adalah 'penghambat kedamaian'.

Statemen itu muncul dari AS setelah Abbas mengkritik langkah negeri ‘Pakde Sam’ itu mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Pernyataan itu sangat salah, karena Presiden Abbas selalu menegaskan dia berkomitmen mencapai perdamaian berdasarkan legitimasi internasional, resolusi Dewan Keamanan dan pengakuan dunia atas negara Palestina sebagai pengamat majelis umum PBB, mengikuti kesepakatan perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota," kata Nabil Abu Rudeineh, seperti dikutip kantor berita WAFA.

Sebelumnya pada Rabu (13/12), seorang pejabat senior AS mengatakan Presiden Trump tetap berkomitmen pada perdamaian.

Baca Juga: Partai Gerindra: Kenapa Setnov Sendirian yang Dijerat KPK?

Retorika ini yang menjadi halangan bagi perdamaian selama bertahun-tahun. Tidak mengejutkan, kami sudah mengantisipasi reaksi ini".

Rudeineh menolak pernyataan itu dan mengatakan, Abbas selalu mendukung perdamaian dan mengutuk kekerasan dan terorisme.

"Hambatan sebenarnya pada proses perdamaian adalah penjajahan Israel dan aktivitas pembangunan pemukiman, yang dikritik oleh pemerintah AS, termasuk Trump," jelas dia.

Pada pertemuan luar biasa yang diadakan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Istanbul pada Rabu, Abbas mengatakan negaranya tidak akan menerima peran AS sebagai penengah dalam proses perdamaian Timur Tengah menyusul pengakuan Trump mengenai Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Kami akan membawa kasus ini ke Dewan Keamanan PBB agar Trump menarik deklarasi itu," kata Abbas. "Kami juga akan meminta Dewan Keamanan memberikan keanggotaan PBB untuk Palestina."

Rapat OKI itu diselenggarakan di Turki guna merundingkan langkah-langkah dukungan bagi Palestina setelah keputusan AS memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem, yang mengundang kecaman dunia.

Untuk diketahui, Trump pada Rabu (6/12), mendeklarasikan pengakuan pemerintahnya terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Deklarasi Trump itu tak disambut baik oleh Palestina maupun negara-negara lain di Eropa, Asia, dan Afrika. Mereka menilai deklarasi itu sebagai “restu” AS kepada Israel untuk menjajah dan mengokupasi tanah Palestina.

 

 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI