Pada pasal perkosaan, pemohon meminta majelis menghilangkan frasa “bukan istrinya”, sehingga definisi perkosaan yang bisa dipidana dapat diberikan oleh laki-laki pada perempuan, maupun perempuan pada laki-laki.
Sedangkan pada Pasal 292, menurut para pemohon, ada kelemahan karena hanya bisa memidana perbuatan cabul sesama jenis antara seorang dewasa dengan seorang lain yang masih di bawah umur. Dalam hal ini hanya orang dewasanya saja yang bisa dijerat hukum.
Pemohon menginginkan dihapusnya frasa “belum dewasa”, sehingga pelaku hubungan sesama jenis yang sama-sama dewasa bisa dikriminalisasi.
Menurut Arief, pemohon tidak sekadar memberi pemaknaan tertentu pada norma undang-undang, tapi merumuskan tindak pidana baru yang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Baca Juga: Polisi Gagal Tangkap Pebisnis VCD Porno di Glodok
Kewenangan ini, menurut Arif, hanya dimiliki oleh lembaga pembentuk UU, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
“Argumentasi bahwa proses pembentukan UU ini lama, tidak dapat dijadikan alasan bagi MK untuk mengambil kewenangan itu,” ujar Hakim Arief.