Babak III: Ogah Diperiksa
Hakim Yanto akhirnya kembali membuka persidangan itu pada pukul 14.45 WIB. Setelah dibuka, ia bertanya kepada kubu Setnov, apakah klien mereka sudah diperiksa kesehatannya.
Ternyata, Setnov menolak diperiksa oleh dokter yang dibawa kubunya sendiri.
Baca Juga: Iqbaal CJR Ternyata Pernah Incar Lawan Mainnya di "Dilan 1990"
"Yang kami harapkan adalah dokter ahli, ternyata yang bisa dihadirkan dokter umum. Itu tidak bakal berimbang, sehingga kami putuskan tidak meneruskan pemeriksaan. Kami memohon setelah pemeriksaan ini, saudara termohon diberi kesempatan untuk diperiksa di RSPAD," kata Maqdir.
Yanto lantas mencoba melontarkan pertanyaan kepada Setnov. Tapi seperti sebelumnya, Setnov bungkam.
Hakim ternyata kesal, sehingga meminta anggotanya ganti bertanya kepada si pesakitan.
"Coba,coba, kalau gak mendengar (saya), coba kalau anggota saya," tukasnya.
Namun, anggota majelis hakim tak mampu meluluhkan sikap Setnov yang terdiam, bungkam seribu bahasa. Setnov lantas terbatuk-batuk.
Baca Juga: Tragis, Seorang Pemain U-16 Berbakat Meninggal Saat Pertandingan
Putus asa terhadap sikap Setnov, Hakim Yanto melempar pertanyaan ke tim JPU KPK yang diketuai Irene Putri, mengenai kondisi terdakwa.
"Jaksa, apakah terdakwa bisa makan atau tidak saat diperiksa dokter sebelum sidang?" tanya hakim.
Irene menjawab, "Bisa". "Sewaktu diperiksa juga bisa berkomunikasi dengan dokter. Terdakwa juga sudah makan siang, disaksikan penasihat hukum," tambah Irene.
Mendapat pernyataan itu, Hakim Yanto balik kembali menanyakan identitas Setnov. Tapi, Hakim Yanto harus menelan pil pahit karena didiamkan Setnov.
Melihat kliennya terus dicecar, ketua kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, angkat bicara membela.
"Yang mulai, kami ini bukan dokter. Kami juga tak punya kemampuan mengenai kodokteran. Tadi dokter ahli bilang (Setnov) cukup sehat, tapi faktanya demikian. Kami serahkan kepada majelis yang berwenang menghentikan atau meneruskan sidang ini," tutur Maqdir.
Hakim Yanto tampak masih ragu untuk memutuskan. Ia lantas kembali mencoba bertanya kepada Setnov.
"Terdakwa sepakat? Bisa bicara?" tanyanya.
Akhirnya, Setnov bisa membuka mulutnya: "Saya kurang sehat."
Mendapat angin, Hakim Yanto, langsung membalas pernyataan Setnov: "Baik, pelan-pelan bisa dilanjutkan, bagaimana?"
Setnov hanya bergumam saat diberikan pertanyaan seperti itu. Yanto akhirnya berembuk dengan anggotanya, dan akhirnya memutuskan sidang diskors agar kesehatan Setnov bisa diperiksa.
Babak III persidangan berakhir. Namun, meski sempat "hatrick" tiga kali diskors, hakim memutuskan untuk tetap melanjutkan persidangan dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap Setnov oleh JPU KPK.
Dalam surat dakwaan, KPK menyebut Setnov melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan KTP-el. Novanto didakwa menerima duit total USD 7,3 juta.
"Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket pekerjaan penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan (NIK) secara nasional," ujar JPU KPK.
KPK Menikmati
Saat di sela-sela skors persidangan, Ketua JPU KPU Irene Putri sempat memberikan pernyataan kepada jurnalis mengenai aksi Setnov.
"Kami menikmati apa yang dilakukan terdakwa, dan skenario yang dilakukan terdakwa sebenarnya sudah kami pikirkan sebelumnya," tutur Irene tersenyum.
Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, bakal mempelajari sikap Setnov selama persidangan. Kalau termasuk tindakan tak koperatif, bukan tak mungkin Setnov bakal dihukum maksimal.
"Semua tersangka punya potensi dihukum maksimal. Itu kalau tidak kooperatif atau berbelit-belit," kata Saut.
Ia mengatakan, Setnov sebenarnya dalam kondisi sehat untuk disidang. Sebab, tim dokter RSCM juga sudah melakukan pemeriksaan untuk memastikan kondisinya.
Karenanya, Saut mengakui merasa heran melihat tingkah lalu Setnov dalam persidangan.
"Apa yang melatari bersangkutan diam, nanti bisa tahu, siapa tahu sakit gigi misalnya,” tuturnya.