Suara.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto didakwa jaksa KPK menyalahgunakan kewenangan sebagai anggota DPR dalam proyek pengadaan e-KTP periode 2011-2013. Perbuatan Novanto mengakibatkan negara rugi Rp2,3 triliun.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan yang ada ada dirinya," kata jaksa Irene Putri di pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017).
Jaksa mengatakan Novanto yang saat itu menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR ikut mencampuri penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP, baik secara langsung maupun tidak. Jaksa mengatakan tujuan Novanto mengintervensi untuk menguntungkan diri sendiri serta memperkaya orang lain dan korporasi.
Jaksa juga menyebutkan sejak awal proyek e-KTP telah diatur untuk menggunakan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuannya, agar pencairan anggaran membutuhkan persetujuan DPR RI.
Karena itu, pada bulan Februari 2010, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Andi Agustinus alias Andi Narogong yang menyediakan barang dan jasa menemui Ketua Komisi II DPR Burhanuddin Napitupulu. Mereka membuat kesepakatan bahwa Andi akan menjadi pihak yang menyediakan fee bagi anggota DPR.
Pemberian fee tersebut, katanya, untuk memperlancar persetujuan anggaran oleh DPR. Lalu, Andi yang dekat dengan Novanto, mengajak Irman untuk menemui Novanto.
"Terdakwa selaku Ketua Fraksi Golkar dipandang sebagai kunci keberhasilan pembahasan anggaran. Atas ajakan tersebut, Irman menyetujuinya," kata jaksa.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK menguraikan sejumlah pertemuan yang dihadiri pengusaha dan pejabat kemendagri. Di antaranya di Hotel Grend Melia di Jalan Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan, dan beberapa lokasi lainnya.
Dalam pertemuan itu, Setya Novanto menyatakan kesiapannya untuk mendukung terlaksananya proyek e-KTP dan memastikan usulan anggaran Rp5,9 triliun disetujui DPR.
Namun, syarat persetujuan tersebut, Novanto meminta fee sebesar lima persen untuk anggota DPR lebih dulu diberikan oleh para pengusaha yang ikut dalam proyek.