Temui Presiden Prancis, PM Israel Malah Dapat 'Pernyataan Pedas'

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 11 Desember 2017 | 16:13 WIB
Temui Presiden Prancis, PM Israel Malah Dapat 'Pernyataan Pedas'
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat memberikan keterangan pers bersama di Istana Elysee Paris, Minggu (10/12/2017). [Philippe Wojazer/AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertandang ke Eropa untuk meredakan kecaman, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendeklarasikan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Namun, perjalanan PM Netanyahu tampaknya tak berbuah manis. Saat mengunjungi Prancis, Minggu (10/12/2017), ia justru mendapat pernyataan pedas Presiden Emmanuel Macron.

Presiden Macron mengatakan kepada Netanyahu bahwa keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah "ancaman terhadap perdamaian".

Baca Juga: Hujan Disertai Angin, Jakarta Kembali Diterpa Banjir

Dalam konferensi pers bersama dengan PM Netanyahu di Paris, Macron memulai pidatonya dengan mengutuk "semua serangan dalam beberapa jam dan hari terakhir" kepada Israel.

Macron berkata, dia telah berbincang dengan Netanyahu dan berkata padanya bahwa pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem adalah "ancaman terhadap perdamaian" dan "kami menentangnya".

"Saya memaksa perdana menteri untuk menunjukkan keberaniannya dalam menangani Palestina untuk membawa kita semua keluar dari jalan buntu ini," kata Macron.

"Berikan kesempatan pada perdamaian," kata Macron.

Lebih jauh, Macron mengusulkan kepada Israel untuk membekukan proyek pendudukan dan mengambil langkah-langkah untuk memenangkan rasa percaya dari otoritas Palestina.

Baca Juga: Polisi:Tidak Ada Penjarahan Rumah Pengungsi Gunung Agung

Netanyahu membuka pidatonya dengan pernyataan tidak setuju dengan Macron.

"Paris adalah ibu kota Prancis; Yerusalem adalah ibu kota Israel. Kota ini sudah menjadi ibu kota Israel selama 3.000 tahun dan negara Yahudi selama 70 tahun."

PM Israel ini lantas mengatakan bahwa proses perdamaian baru bisa maju apabila Palestina bisa menerima bahwa "Yerusalem telah menjadi ibu kota bagi orang-orang Yahudi dan bukan ibu kota bagi negara yang lain".

Netanyahu juga berkata, dia dan Macron setuju "harus menghentikan sumber ketidakstabilan di Timur Tengah, yaitu Iran".

Dia menambahkan: "Iran mencoba untuk membuat basis angkatan darat, udara, dan laut di Suriah untuk memerangi dan menghancurkan Israel. Kami tidak akan memberi toleransi."

Selain panen kritik dan kecaman dari seluruh dunia, Presiden AS pada Rabu (6/12) pekan lalu mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Menurut Trump, Kementerian Dalam Negeri AS telah dikomando untuk mempersiapkan relokasi kedutaan besar AS di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Perubahan dramatis dalam kebijakan Yerusalem dari Washington ini memicu demonstrasi di wilayah pendudukan Palestina, Turki, Mesir, Yordania, Algeria, Irak, Indonesia, dan negara-negara lainnya.

Yerusalem masih menjadi pusat konflik Israel-Palestina, dengan Palestina mengharapkan Yerusalem Timur—sekarang diduduki oleh Israel—menjadi ibu kota negara Palestina kelak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI