Suara.com - Alasan Pemerintah Provinsi Jakarta tak mau mengunggah video rapat Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno dengan pejabat-pejabat lainnya karena khawatir menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.
"Lihat saja tayangannya (komemtar netizen), tayangannya sudah pernah lihat belum? Komentar-komemtarnya dan sebagainya. Nah yang seperti itu menjadi bahan review kembali evaluasi, kan," ujar Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Jakarta, Dian Ekowati, Senin (11/12/2017).
Akhirnya pemerintah mengambil jalan lain untuk tetap menciptakan transparansi pemerintahan. Video rapat pimpinan tetap disediakan, tetapi untuk kalangan yang membutuhkan dan berkompeten. Caranya, tinggal mengirimkan permohonan data ke pemerintah.
"Kalau misalnya ada yang membutuhkan bisa diajukan permohonannya untuk meminta videonya itu, rekamannya," kata dia.
Sandiaga juga menjelaskan hal yang sama kepada publik mengenai kenapa menyetop penayangan video ke Youtube.
"Yang kami pantau dari kemarin, rapim yang pertama kita unggah itu ternyata digunakan sebagai meme, digunakan bukan hanya oleh yang tidak mendukung kami, tapi juga yang mendukung kami membangga-banggakan gitu dan memprovokasi," ujar Sandiaga.
Sandiaga menambahkan walaupun tak mengunggah hasil rapat pimpinan ke media sosial, dia memastikan pemerintah akan tetap menerapkan sistem transparansi. Misalnya, LSM butuh data, nanti akan diberi akses khusus.
"Kalau ada pihak LSM atau masyarakat yang ingin mengetahui rapim yang berkompeten datang ke sini kita berikan akses," kata Sandiaga.
Penayangan video rapat pimpinan ke media sosial diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 159 Tahun 2016 tentang Penayangan Rapat Pimpinan dan Rapat Kedinasan Pengambilan Keputusan Terkait Pelaksanaan Kebijakan pada Media Berbagi Video. Pergub ini ditandatangani Basuki Tjahaja Purnama pada 16 Agustus 2016 -- ketika masih gubernur. Bab IV pada Pasal 4, poin ketiga disebutkan video diunggah paling lambat tiga hari kerja usai rapat pelaksanaan pimpinan dan rapat kedinasan.
Ketika itu, Ahok menerapkan aturan ini untuk melibatkan warga mengawasi proses pengambilan kebijakan pemerintah.