Dua tokoh utama dalam hubungan ini adalah Pangeran Mohammad, yang sering disebut sebagai "Raja de facto" Saudi dan Kushner, menantu sekaligus penasehat Trump. Lelaki 36 tahun ini dikenal dekat dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Lalu bagaimana rencana damai yang disusun AS dan didukung Saudi itu?
Menurut pejabat Palestina, seperti yang juga dicemaskan oleh sejumlah pejabat di Arab, dengan menyerahkan Yerusalem Timur kepada Israel, Trump dan Israel akan menawarkan kendali atas Tepi Barat, termasuk sejumlah wilayah pemukiman Yahudi yang kini diduduki Israel kepada Palestina.
Tetapi para pengungsi Palestina yang terusir akibat Perang Arab-Israel pada 1948 dan 1967 tak boleh kembali ke kampung halaman mereka.
Seorang pejabat Palestina bercerita bahwa Pangeran Mohammad menawarkan kepada Abbas bahwa Gaza akan termasuk dalam wilayah Palestina demikian juga kawasan Tepi Barat A dan B, serta 10 persen area C, yang di dalamnya termasuk pemukiman Yahudi.
Pemukiman Yahudi di Tepi Barat tak boleh diganggu-gugat, para pengungsi tak boleh mengambil kembali lahan-lahan mereka, dan Israel akan tetap menjadi pihak yang bertanggung jawab menjaga perbatasan.
Tawaran ini, menurut Reuters, sedikit berbeda dari kondisi saat ini di Tepi Barat, karena kendali Palestina atas wilayah itu memang akan menjadi lebih besar tetapi di sisi lain akan mencederai perjuangan Bangsa Palestina.
"Tawaran ini ditolak oleh Palestina. Abbas menjelaskan posisi ini dan risikonya terhadap perjuangan Palestina dan Arab Saudi memahami hal itu," jelas pejabat Palestina tersebut.
Adapun Gedung Putih membantah bahwa Kushner telah mengkomunikasikan rencana tersebut kepada Pangeran Mohammad.
Sementara Trump, yang berusaha meredakan kemarahan Palestina atas keputusannya, pada Selasa (5/12/2017) menelepon Abbas. Dalam percakapan itu ia berusaha meyakinkan Abbas bahwa Palestina akan mendapatkan keuntungan dari rencana yang disusun oleh Kushner dan utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Jason Greenblatt tersebut.