Turki dan Prancis Sepakat Desak AS Berpikir Ulang Soal Yerusalem

Ruben Setiawan Suara.Com
Minggu, 10 Desember 2017 | 00:02 WIB
Turki dan Prancis Sepakat Desak AS Berpikir Ulang Soal Yerusalem
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Tayyip Erdogan. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Presiden Menteri Prancis Emmanuel Macron akan bekerja sama mencoba meyakinkan Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali keputusannya yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, ungkap seorang sumber presiden Turki, Sabtu.

Kedua pemimpin sepakat dalam sebuah panggilan telepon bahwa tindakan AS menimbulkan kekhawatiran pada wilayah itu, kata sumber tersebut, yang menambahkan bahwa Turki dan Prancis akan melakukan upaya bersama untuk mencoba membalikkan keputusan AS.

Erdogan juga berbicara di telepon kepada Presiden Kazakhstan, Lebanon dan Azerbaijan pada Sabtu mengenai masalah tersebut, menurut sumber itu. Pada Rabu, dia mendesak Organisasi Kerjasama Islam untuk melakukan pertemuan mendesak di Turki minggu depan.

Pengumuman Presiden Donald Trump pada Rabu telah mengecewakan sekutu AS di negara Barat. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Prancis, Italia, Jerman, Inggris dan Swedia meminta AS untuk "mengajukan proposal rinci untuk penyelesaian Israel-Palestina".

Warga Palestina turun ke jalanan menyusul keputusan AS. Demonstrasi juga terjadi di Iran, Jordania, Tunisia, Somalia, Yaman, Malaysia dan Indonesia, serta di luar kedutaan besar AS di Berlin.

Status Yerusalem telah menjadi salah satu hambatan terbesar dalam kesepakatan damai antara Israel dan Palestina selama beberapa generasi.

Prancis telah menjadi pendukung perjuangan Palestina. Pada 2014, Majelis Nasional Prancis mengeluarkan sebuah mosi yang tidak mengikat yang meminta pemerintah untuk mengakui Palestina, namun pemerintahan tersebut belum secara resmi melakukannya.

Paris telah menunjukkan pendiriannya di masa lalu bahwa solusi dua negara menuntut pengakuan Palestina. (Antara/Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI