Suara.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus mengatakan peringatan hari anti korupsi yang dilaksanakan setiap Bulan Desember tak berpengaruh bagi perilaku korupsi pejabat di Indonesia.
"Tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap perilaku korupsi di kalangan pejabat negara mulai dari Pejabat Tinggi hingga Kepala Desa di seluruh Indonesia, termasuk di NTT sebagai Provinsi terkorup," kata Petrus, Sabtu (9/12/2017).
Menurut advokat Peradi tersebut, setiap tahun masyarakat diajak untuk ikut merayakan dan memperingati Hari Anti Korupsi. Tetapi setiap tahun pula perilaku korupsi di kalangan pejabat negara dan penegak hukum berupaya untuk menghindari langkah KPK untuk memberantas korupsi.
"Bahkan korupsi di kalangan aparat penegak hukum, khususnya di internal Polri dan Kejaksaan tidak pernah surut dan tidak pernah bisa diberantas hingga sekarang," ujarnya.
Baca Juga: Hadi Tjahjanto Siap Bawa TNI Jadi Lebih Militan dan Rendah Hati
Menurut Petrus hal tersebut menunjukkan di kalangan aparat penegak hukum telah terjadi sebuah tradisi upaya pemberantasan korupsi dengan melahirkan korupsi baru dan KKN baru yang semakin menggurita. Perilaku tersebut dinilai telah diantisipasi oleh pembentuk UU tindak pidana korupsi dan UU KPK.
"Sehingga dalam beberapa rumusan UU KPK terdapat pasal yang memberi wewenang kepada KPK untuk mengambilalih penyidikan dan penuntutan bahkan termasuk lahirnya KPK sendiri sebagai akibat maraknya korupsi di kalangan penegak hukum yang sulit diberantas. Namun, lagi-lagi perbuatan korupsi selalu terkonsep dan lahir dari mereka yang melahirkan dan melaksanakan UU itu sendiri (pemerintah dan DPR)," kata Petrus.
Petrus mengatakan jika korupsi hendak diberantas di kalangan penegak hukum, maka penolakan terhadap pihak yang berinisiatif memberantas pasti akan besar. Dia mencontohkan beberapa pimpinan KPK yang dikriminalisasi karena kegigihan memberantas korupsi.
"Ini memang gambaran yang mengerikan dan menyeramkan, karena terhadap pimpinan KPK dengan kekuasaan luar biasa saja dapat dikriminalisasi dan dibui setiap saat, bagaimana kalau kita rakyat kecil yang mau membongkar korupsi di kalangan pejabat negara dan penegak hukum," katanya.
Petrus menilai hal tersebut menjadi salah satu kendala politik yang masih dihadapi saat ini. Sebab, setiap kali seseorang hendak mengungkap kasus korupsi besar, maka kekuatan besar itu akan muncul untuk menghadang bahkan menggunakan institusi negara untuk menghambat upaya KPK dan rakyat dalam memberantas korupsi.
Baca Juga: Awas Pengisian Daya iPhone Anda Palsu, Berisiko Tersetrum!
"Contoh dalam kasus korupsi e-KTP kita saksikan bagaimana para koruptor memperalat DPR untuk menghambat penyidikan korupsi e-KTP melalui Pansus Hak Angket dan lain-lain," kata Petrus.
Dengan cara seperti itu, Petrus mengatakan akan mempersulit pemberantasan korupsi aparat penegak hukum dan pejabat daerah di NTT, Papua, Maluku dan daerah terpencil lainnya. Karena para koruptor semakin kuat dan menggurita memotong nyali dan semangat para pelaku anti korupsi dimanapun termasuk di NTT.
"Anatomi Korupsi di NTT sudah sampai pada tingkat saling menyandera untuk saling melindungi diantara mereka, sehingga kita tidak pernah temukan pejabat tinggi di NTT kena proses hukum kasus korupsi. NTT akan tetap sebagai Provinsi terkorup jika tidak ada satupun Bupati, Walikota dan Gubernur/Wakil Gubernur NTT yang diproses hukum dan dipenjara," kata Petrus.