Palestina dan Muslim Sedunia Gelar "Hari Kemarahan"

Tomi Tresnady Suara.Com
Sabtu, 09 Desember 2017 | 00:07 WIB
Palestina dan Muslim Sedunia Gelar "Hari Kemarahan"
Petugas penjaga perbatasan Israel berusaha membubarkan sejumlah umat muslim di luar Gerbang Singa, pintu masuk utama menuju kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem pada 22 Juli. [AFP/Ahmad Gharabli]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ribuan warga Palestina mengadakan aksi protes dalam "Hari Kemarahan" pada Jumat (8/12/2017) di Tepi Barat Sungai Jordan, Gaza dan Yerusalem Timur.

Mereka menentang pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas kota kuno sebagai ibu kota Israel.

Di seantero dunia Muslim dan Arab, ribuan orang turun ke jalan-jalan berunjuk rasa pada Jumat, hari suci umat Islam, dengan menyatakan solidaritas bersama rakyat Palestina dan marah terhadap langkah AS tersebut.

Ketika sholat Jumat berakhir di Masjid Al Aqsa di Yerusalem, para jamaah bergerak ke gerbang-gerbang Kota Tua, meneriakkan "Yerusalem merupakan ibu kota kami," dan "Kami tidak membutuhkan kata-kata kosong, kami memerlukan bebatuan dan senjata Kalashinikov".

Sejumlah perkelahian pecah antara para pemerotes dan polisi.

Keputusan Trump untuk membalik kebijakan AS yang telah berlaku selama beberapa dekade dan mengakui Yerusalem, walaupun kekerasan sejauh ini terjadi.

Pada Jumat siang belum ada laporan tentang korban yang meninggal dalam dua hari unjuk rasa di wilayah-wilayah Palestina.

Baca Juga: Google Maps Sudah Cantumkan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Sebanyak 31 satu orang Palestina menderita cedera pada Kamis.

Bentrokan-bentrokan terjadi di sejumlah tempat di Tepi Barat setelah sholat Jumat, walau aksi-aksi protes tampak tak sepanas dibandingkan hari sebelumnya.

Di Hebron dan Bethlehem puluhan warga Palestina melempar bebatuan ke arah tentara Israel yang membalas dengan tembakan gas air mata.

Di Gaza, seruan-seruan bagi para jamaah untuk memprotes terdengar melalui pengeras-pengeras suara masjid dan puluhan anak muda membakar ban-ban di jalan-jalan utama wilayah kantung itu, yang dikuasai oleh kelompok Hamas, dan ratusan orang berpawai menuju perbatasan dengan Israel.

Hamas telah menyerukan pergolakan Palestina yang baru seperti "Intifada" pada tahun 1987-1993 dan 2000-2005 yang merenggut jiwa ribuan warga Palestina dan lebih 1.000 orang Israel.

"Siapa saja yang memindahkan kedutaan-kedutaannya ke daerah pendudukan Yerusalem akan menjadi musuh Palestina dan sasaran faksi-faksi Palestina," kata pemimpin Hamas Fathy Hammad sementara para pengunjuk rasa di Gaza membakar poster-poster Trump.

"Kami menyatakan Intifada hingga pembebasan Yerusalem dan seluruh Palestina."

Pengumuman Trump pada Rabu (6/12) telah membuat murka dunia Arab dan marah para sekutu Barat. Status Yerusalem telah menjadi salah satu rintangan paling besar bagi persetujuan perdamaian antara Israel dan pihak Palestina dari generasi ke generasi.

Israel memandang semua wilayah Yerusalem menjadi ibu kota. Pihak Palestina menginginkan bagian timur kota itu sebagai ibu kota negara merdeka mereka di masa depan. Sebagian besar memandang Yerusalem Timur, yang Israel rebut dalam perang tahun 1967 dan dicaplok, menjadi wilayah pendudukan, termasuk Kota Tua, rumah bagi situs-situs yang dipandang suci oleh umat Islam, Yahudi dan Kristen.

Selama beberapa dekade, Washington, seperti sebagian besar masyarakat internasional, menahan diri untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Mereka berpendapat bahwa statusnya hendaknya ditentukan sebagai bagian dari proses perdamaian Palestina-Israel. Tak ada negara yang mempunyai kedutaan di sana.

Baca Juga: Anies Marah Donald Trump Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI