Suara.com - Di tengah kelangkaan gas elpiji ukuran tiga kilogram, wartawan Suara.com mengunjungi salah satu agen di Kelapa Dua, Tangerang, Banten, Kamis (7/12/2017), untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.
"Masuk aja neng, di luar panas," kata petugas bagian administrasi, Ayu.
Di dalam gedung, Ayu kemudian bercerita mengenai kenapa gas melon -- sebutan untuk gas ukuran tiga kilogram -- langka sejak dua bulan terakhir.
"Kita udah dari dua bulan yang lalu nggak ambil (tabung gas tiga kilogram) ya, kita memang ngambil khusus yang udah langganan, jadi kemarin kita ambil 100 tabung yang tiga kilo," kata Ayu. Tangannya menunjuk ke luar jendela, ke arah tabung gas.
Ayu mengatakan sebenarnya agennya hanya dibolehkan menjual gas ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram.
Tetapi, karena masyarakat sekitar agen rata-rata berekonomi lemah, seperti pedagang kecil, pemilik warung makan, dan penjual gorengan keliling, agen tempat Lia pun tetap menyediakan gas ukuran tiga kilogram.
"Jadi tabung gas itu milik bos saya, milik pribadi, jadi udah lama gitu punya tabung itu, nah inisiatif bos buat jualin tabung yang tiga kilo kepada masyarakat sekitar," kata Ayu.
Ayu kasihan dengan masyarakat berekonomi menengah kebawah karena sekarang susah mendapatkan gas melon.
Kelangkaan gas, antara lain karena sebagian gas melon dibeli kalangan yang seharusnya tak membelinya.
Restoran-restoran besar, kata Ayu, seharusnya menggunakan gas ukuran 12 kilogram.
Kelangkaan gas melon tak hanya terjadi di Jakarta dan Tangerang. Sebagian Cikampek, Jawa Barat, juga kesulitan.
Untungnya, Ayu sudah mengingatkan mertuanya di Cikampek untuk jauh-jauh hari stok tabung gas.
Ayu mengatakan sebagian warga Kalimantan juga kesulitan. Akibatnya, harga menjadi mahal. Bahkan ada yang mencapai Rp45 ribu.
Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi warga, Ayu menyarankan mereka untuk membeli tabung gas ukuran lima setengah kilogram atau Bright Gas, sesuai anjuran pemerintah. Sebagian warga mengikuti saran Ayu. Soalnya, harga gas tabung melon dengan gas ukuran 5,5 kilogram tidak jauh beda.
Tetapi menurut Ayu sosialisasi gas 5,5 kilogram yang dilakukan pemerintah kurang gencar sehingga warga belum banyak yang tahu.
"Pemerintah nggak kasih iklan dulu, tapi malah ke agen-agen dulu, kalau agen kan susah menjangkau seluruh masyarakat, hanya bisa dalam lingkup kecil aja," ujar Ayu.
Ayu mengatakan kehadiran Bright Gas sebenarnya solusi kelangkaan gas melon. Gas 5,5 kilogram masih disubsidi pemerintah, tetapi tidak 100 persen.
Pedagang kaki lima di Kelapa Dua menjelaskan kenapa pakai gas 3 kilogram. Soalnya tidak terlalu berat.
"Ya neng, saya kan jualan gerobak keliling-keliling, kalau saya bawa yang 12 kan agak berlebihan ya, yang tabung gas tiga kilo itu udah pas sekarang," ujar pedagang yang tidak mau disebut namanya.
Menurut temuan Pertamina kelangkaan terjadi, antara lain karena penyalurannya tak tepat sasaran.
“Ada temuan di lapangan bahwa LPG tiga kilogram bersubsidi digunakan pengusaha rumah makan, laundry, genset, dan rumah tangga mampu (seharusnya kalangan warga miskin)," ujar Vice President Corporate Communication Adiatma Sardjito di kantor Pertamina, Jakarta Pusat.
Penyebab lainnya, permintaan gas elpiji di akhir tahun 2017 meningkat. Realisasi penyaluran mencapai 5,750 juta MT atau 93 persen dari kuota yang ditetapkan pada APBN Perubahan 2017 sebesar 6,199 juta MT.
"Sampai dengan akhir Desember 2017, penyaluran LPG tiga kilogram bersubsidi diperkirakan akan melebihi kuota sekitar 1,6 persen di atas kuota APBN Perubahan 2017 tersebut," ujarnya.