Suara.com - Indonesia Corruption Watch mendesak pemerintah transparan terkait rencana program pelaksanaan holdingisasi Badan Usaha Milik Negara yang dinilai masih pro dan kontra di masyarakat.
Transparansi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir meningkatnya praktik korupsi pasca pelaksanaan konsep holdingisasi BUMN tersebut.
“Saya pikir sudah seharusnya pemerintah bisa menjelaskan kepada publik terkait roadmap, valuasi, hingga mekanisme pengawasan perusahaan-perusahaan yang akan tergabung dalam holding," kata Koordinator Divisi Riset ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Menurut Firdaus walaupun memang holding BUMN cerita lama, kali ini kesannya terburu-buru sehingga memunculkan banyak kecurigaan.
Kecurigaan tersebut, kata Firdaus, muncul lantaran pemerintah tidak secara gamblang menjelaskan mekanisme pengawasan anak dan cucu usaha BUMN, hingga untung-rugi yang diperoleh dari pelaksanaan holding BUMN.
Tak heran, kata dia, jika masyarakat menaruh kecurigaan bahwa holding BUMN terlalu sarat kepentingan dan cederung memperbesar potensi korupsi.
“Kita memang belum boleh menjustifikasi langsung apakah konsep holding BUMN sekarang ini benar atau salah. Tapi yang kita harus lakukan sekarang adalah bagaimana mendorong pemerintah membenahi mekanisme pengawasan dan akuntabilitas. Apalagi dengan konsep holding yang sekarang, struktur dan pengawasan terhadap badan usaha semakin panjang dan sulit,” tutur Firdaus.
Sebab itu, Firdaus desak Menteri BUMN Rini Soemarno transparan perihal esensi pembentukkan holding BUMN. Terlebih dalam waktu dekat holdingisasi BUMN akan menyasar sektor minyak dan gas bumi dengan menggabungkan PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dalam kesatuan struktur.
“Kita tahu bahwa sejak orde lama dan baru BUMN seperti Pertamina kerap dijadikan sapi perah dan medium praktik korupsi dengan menempatkan politisi-politisi di jabatan strategis seperti komisaris dan direksi. Jadi tolong praktik-praktik semacam ini dihilangkan karena publik sudah muak,” kata Firdaus.