Suara.com - Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan tetap akan mewajibkan ketua RT dan RW untuk membuat Laporan Pertanggungjawaban dana operasional tahun 2018.
Pemerintah Provinsi Jakarta, kata dia, hanya menghapus key performance indicator yang harus diisi ketua RT atau RW dalam LPJ tersebut.
"Ini (yang SK lama) pakai KPI. Sementara kalau dia mengusulkan ini ternyata paka hari H-nya tidak 20 persen, akhirnya dia (RT atau RW) berbohong buat laporan," ujar Premi di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2017).
KPI untuk RT dan RW tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1197 Tahun 2017 tentang Pemberian Uang Tugas dan Fungsi RT/RW. Pergub tersebut ditandatangani Djarot Saiful Hidayat.
Baca Juga: LPJ Ketua RT dan RW Pakai Sistem Online? Sandiaga: Mereka Gaptek
Ia menerangkan dalam keputusan gubernur yang baru akan diteken Anies tidak menyertai KPI. Tetapu ketua RT dan RW yang mendapat dana operasional dari pemerintah harus membuat LPJ, hanya saja lebih sederhana dan tidak harus menyertakan kuitansi atau bukti pembelian.
"Sebenarnya nggak (ada aturan kewajiban kuitansi di Kepgub lama), cuma lurah itu kadang-kadang inisiatif karena takut pemeriksaan, dia minta kuitansi," katanya.
"Jadi ini yang bikin berat itu ada KPI-nya. Jadi dasar itu pakai KPI dia. Kemudian ada formatnya cukup banyak," Premi menambahkan.
Ia menjelaskan, salah satu penghapusan KPI dalam Pergub yang akan diteken Anies itu karena ketua RT dan RW bukan Pegawai Negeri Sipil Pemprov DKI.
"Di Pergub 171 kan ada, RT/RW kan bukan pegawai. Kalau warganya nggak setuju kan turunkan saja. Kalau memang dia tidak menjalankan tugas fungsi sebagai RT/RW kan dia bisa dicopot dengan dasar forum musyawarah RT/RW," katanya.
Baca Juga: Jokowi Ikut Melarang, Anies Batalkan Rencana Hapus LPJ RT/RW
Untuk dana operasional dikirim dari rekening kelurahan masing-masing ke pengurus RT atau RW. Premi mengatakan keluhan ketua RT dan RW selama ini adalah kewajiban untuk menyertakan bukti kuitansi dalam LPJ. Ia mengatakan tidak semua pembelian dapat kuitansi dari penjual.
"Kemarin kan si warganya kan bilang 'Pak saya harus bikin kuitansi.' Jadi pada bohong, nah itulah yang dihapuskan. Karena bayangin kalau RT/RW kerja bakti beli gorengan. Kamu beli gorengan ada kuitansi nggak? Nggak kan," katanya.